A. Tat
Twam Asi
Tat
Twam Asi adalah ajaran tata Susila dalam agama Hindu. Susila
adalah istilah lain dari Ethika dan Moral, merupakan dua buah kata dalam
kehidupan yang dipergunakan silih berganti untuk maksusd yang sama. Kata Susila
terdiri dari kata “Su” yang berarti baik dan “Sila” berarti
segala kebiasaan atau tata laku. Susila berarti perbuatan yang baik atau tata
laku yang baik. Jadi Susila adalah peraturan tingkah laku yang baik dan mulia
yang harus menjadi pedoman hidup manusia.
Tujuan tata Susila adalah untuk membina
hubungan yang selaras atau hubungan yang rukun antara seseorang dengan makhluk
yang hidup di alam sekitarnyarnya. Telah menjadi kenyataan bahwa hubungang
selaras atau rukun antara seseorang dengan makhluk sesamanya, antara
anggota-anggota suatu masyarakat, suatu bangsa, menyebabkan hidup aman dan
sentosa.
Disamping meningkatkan moral, sekaligus
merupakan nilai budaya yang dapat meningkatkan derajat manusia dari yang rendah
ketingkat yang lebih tinggi. Salah satu prinsip dasar dalam ajaran susila itu
menurut agama Hindu adalah dalam rangka menyeberangkan Sang Hyang Atma agar dapat mencapai moksa.
Dengan
demikian Susila dalam hal ini Susila Hindu Dharma adalah bagian yang sangat
penting dalam agama Hindu. Oleh karena itu penganut agama Hindu sudah
semestinya harus mengenal dan memahami ajaran Susila disamping Filsafat dan
Upacara. Setelah mengenal dan memahaminya
tentu melaksanakan atau mengamalkannya.
Ajaran
Susila Hindu Dharma berlandaskan Filsafat diantaranya adalah Tat Twam Asi. Kata
Tat Twam Asi berasal dari bahasa Sanskerta yaitu “Tat” berarti itu, “Twam”
berarti kamu dan “Asi” berarti adalah. Jadi Tat Twam Asi berarti itu
atau dia adalah kamu juga.
Maksud yang terkandung dalam ajaran Tat Twam
Asi ini “ia adalah kamu, saya adalah kamu, dan semua makhluk adalah sama”
sehingga bila kita menolong orang lain berarti juga menolong diri kita sendiri.
Didalam filsafat Hindu dijelaskan bahwa Tat Twam Asi adalah ajaran kesusilaan yang tanpa batas,
yang identik dengan “prikemanusiaan” dalam Pancasila. Konsep sila prikemanusiaan
dalam Pancasila, bila kita cermati sungguh-sungguh adalah merupakan realisasi
ajaran Tat Twam Asi yang terdapat dalam kitab suci Weda.
Didalam Upanisad
terdapat suatu kalimat yang berbunyi “Brahman Atman Aikyam” yang artinya
Brahman dan Atman (jiwatma) adalah tunggal. Oleh karena jiwatma semua makhluk
tunggal dengan Brahman (Hyang Widhi Wasa), maka jiwatma suatu makhluk tunggal
juga dengan semua jiwatma dan sama dengan jiwatma (roh) semua makhluk. Jadi
kesadaran akan tunggalnya jiwatma (roh) kita dengan jiwatma (roh) orang atau mahluk
lain, menimbulkan kesadaran bahwa kita sebenarnya satu dan sama dengan orang
atau mahluk lain.
B. Perilaku
Sebagai Implementasi Ajaran Tat Twam Asi
Tat
Twam Asi adalah ajaran moral yang bernafaskan agama Hindu. Wujud nyata dari
ajaran ini dapat kita cermati dalam kehidupan dan prilaku keseharian dari umat
manusia yang bersangkutan. Manusia dalam hidupnya memiliki berbagai macam
kebutuhan hidup yang dimotifasi oleh keinginan manusia yang bersangkutan.
Sebutan manusia sebagai makhluk hidup itu banyak jenis, sifat dan ragamnya,
seperti manusia sebagai makhluk individu, social, religius, ekonomis, budaya,
dan yang lainnya. Semua itu harus dapat dipenuhi oleh manusia secara menyeluruh
dan bersamaan tanpa memperhitungkan situasi dan kondisi serta keterbatasan yang
dimilikinya. Disinilah manusia perlu mengenal dan melaksanakan rasa
kebersamaan, sehingga seberapa berat
masalah yang dihadapi akan terasa ringan. Dengan memahami dan mengamalkan
ajaran Tat Twam Asi, manusia akan dapat merasakan berat dan ringan gan dalam
hidup dan kehidupan ini se berdampingan adanya dan sulit dipisahkan
keberadaannya. Dengan demikian maka dalam hidup ini kita hendaknya selalu
saling tolong menolong, merasa senasib dan sepenanggungan.
Prilaku sebagai implementasi ajaran Tat Twam
Asi jika diperinci ada tiga bentuk antara lain
:
1) Hormat
dan Kasih kepada Keluarga
-
Hormat
kepada Ibu Bapak
-Didalam keluarga ada orang tua dan keluarga.
Kepada semua itulah harus hidup saling menghormati, sehingga tidak ada
permusuhan satu sama lain. Semua pihak harus menjalankan kesusilaan yang
dilandasi dengan Tat Twam Asi. Hormat kepada orang tua itu seperti mendengarkan
nasehatnya, saling menyayangi dan sebagainya.
-
Cinta
kepada saudara.
-Bangunlah sikap Tat Twam Asi diantara
saudara. Ini penting supaya tercipta suasana damai diantara saudara. Bila ada
masalah supaya diselesaikan dengan musyawarah, masing-masing pihak harus mampu
mengendalikan diri, tidak terbius oleh kama negatif seperti Sad Ripu dan
sebagainya. Waspadai pihak ketiga yang mencoba menggoda kerukunan bersaudara.
-
1) Hormat kepada Guru dan Teman sekelas.
-
Hormat
kepada Guru.
-Murid atau siswa harus hormat kepada orang
tua (Guru Rupaka) juga kepada Guru Pengajian, karena merekalah yang mendidiknya
agar dapat berkembang menjadi dewasa dalam berpikir, mengembangkan
intelektualnya, memiliki rasa tanggung jawab, bermoral serta dapat berguna bagi
nusa dan bangsa. Betapa hutang budhi yang dimiliki siswa yang tak mungkin bisa
dibayar. Jasa Guru Pengajian amatlah besar, oleh karena itu rasa hormat kepada
Guru sampai kapanpun perlu dipupuk. Tak dapat dibayangkan bagaimana jadinya
seseorang jika tak berpendidikan. Oleh karena itu patuhi nasehat guru, rajin
belajar dan jangan lupa segala bimbingannya.
-
Cinta
kasih kepada teman.
-Seseorang tidak bisa huidup dalam
kesendiriannya, ia butuh teman dari seseorang. Untuk itu seseorang perlu
mencari teman. Dengan berteman seseorang akan dapat menjadi orang. Ada ungkapan
bahwa teman yang baik adalah teman yang ingat pada saat dirinya mengalami
kesusahan. Pada saat bahagia datang atau tidak, tak menjadi masalah. Tapi saat
menderita teman itu perlu ditengok. Bila perlu dibantu. Kapan lagi membantu
kalau tidak saat kesusahan. Itulah tanda persahabatan yang baik. Oleh karena
itu pupuklah persahabatan itu dengan baik, hindari permusuhan, dengan saling
mencintai, saling mengasihi, saling menolong, saling tenggang rasa persahabatan
menjadi kekal. Persahabatan yang kekal akan banyak memberi manfaat dalam
kehidupan ini.
2) Cinta Kasih kepada Lingkungan ( Binatang,
Tumbuh-tumbuhan, Alam sekitar).
Disamping lingkungan harus bersih, juga harus
menyayangi binatang piaraan dengan memberi makan dan minum. Lingkungan harus
bersih baik di rumah maupun di sekolah karena sangat berpengaruh terhadap
kesehatan kita. Tumbuh-tumbuhan mesti
ditata agar dapat membuat keindahan dan kesejukan. Perhatikan
kelestarian lingkungan, karena lingkungan yang lestari dapat memberikan
keindahan. Cintailah lingkungan karena banyak memberi manfaat kepada diri
sendiri.
Bila ajaran Tat Twam Asi dapat diimplementasikan
dalam kehidupan sehari-hari kepada umat manusia secara menyeluruh dan
sungguh-sungguh, dalam sifat dan prilaku kita maka kehidupan ini akan menjadi
harmonis. Satu dengan yang lainnya diantara kita dapat hidup saling
menghormati, mengasihi dan damai.
Seperti disebutkan dalam tata susila Hindu
bahwa yang menjadi dasar dan pedoman ajaran Tat Twam Asi diantaranya adalah :
1. Memandang semua manusia sama
Didalam diri
manusia ada dua sifat yang antagonis dan sangat kontradiktif yakni sifat
kedewataan (daiwi sampat) yaitu sifat-sifat yang baik dan sifat-sfat
keraksasaan, keangkara murkaan (asuri sampat) yaitu sifat-sifat buruk. Jika
dalam kehidupan manusia ingin mendapatkan kedamaian hidup, maka usahakanlah
terus untuk menumbuh kembangkan sifat-sifat kedewataan.
Didalam kitab Yajur
Weda 40.7 disebutkan :
Seseorang yang menganggap seluruh umat
manusia memiliki atman yang sama dan dapat melihat semua manusia sebgai
saudaranya, orang tersebut tidak terikat dalam ikatan dan bebas dari kesedihan.
Adapun
yang tersirat dari mantra tersebut yaitu :
-
Atman di
dalam diri manusia adalah sama. Atman adalah percikan terkecil dari Brahman dan
Atman adalah bagian dari Brahman. Atma dan Brahman adalah satu kesatuan (Atman
Brahman Aikyam). Dengan kata lain, bila dipandang atau dipahami dari sudut
Atman, maka Aku adalah Atma, semua umat manusia adalah Atma. Atman itu satu,
maka Aku satu dengan semua umat manusia. Jadi yang membedakan manusia satu
dengan yang lain karena pikiran (manah) manusia.
-
Umat
manusia di seluruh dunia ini adalah sebuah keluarga besar yang mempunyai
keinginan hidup berdampingan secara damai di muka bumi.
2. Melaksanakan Tri Kaya parisudha (tiga
perilaku yang disucikan)
Tri artinya tiga, Kaya
artinya gerak, usaha dan Parisudha artinya suci atau kesucian. Jadi Tri
Kaya Parisudha artinya tiga gerak perbuatan dan tingkah laku manusia yang harus
disucikan dengan sebaik-baiknya, yaitu :
1) Manacika : berpikir / pikiran yang baik dan
suci.
2) Wacika :
berkata / perkataan yang baik dan benar
3) Kayika :
berbuat / laksana yang baik dan jujur
Dengan adanya pikiran yang baik dan suci akan
timbul perkataan yang baik. Dengan adanya pikiran dan perkataan yang baik dan
suci akan terwujudlah perbuatan yang baik dan benar juga.
Maka dari itulah kita harus memupuk persatuan
dan kesatuan pikiran, perkataan dan perbuatan yang baik dan suci berethika
(bersusila).
Dari
Tri Kaya Parisudha timbullah sepuluh macam pengendalian diri yang disebut Karma
Patha, yaitu terdiri dari :
a)
Tiga macam berdasarkan pikiran
b) Empat
macam berdasarkan perkataan
c)
Tiga macam berdasarkan perbuatan/prilaku
Tiga macam yang berdasarkan pikiran
yaitu :
-
Tidak
menginginkan dan tidak dengki terhadap milik orang lain.
Perbuatan ini dapat menimbulkan kecendrungan yang negatif, seperti rasa iri.
Hidup dalam keadaan iri akan membuat kita menderita. Sifat iri ini timbul
karena kurang tumbuhnya rasa kasih sayang terhadap sesama. Pikiran akan menjadi
suci (ning) bila tidak menginginkan milik orang lain serta tidak membenci milik
orang lain.
-
Tidak
berpikiran buruk terhadap orang lain dan
makhluk lain.
-Semua makhluk hidup berasal dari atma yang
sama, yaitu Ida Sang Hyang Widhi. Beliau menakdirkan, ada makhluk yang bernasib
baik dan ada yang bernasib buruk sesuai
karmanya masing-masing. Orang yang hidup sehat dan berumur panjang salah satu penyebabnya karena ia
menumbuhkan rasa cinta kasih kepada
semua makhluk.
-
Tidak
mengingkari adanya hukum karmaphala
-Hal ini sangat penting untuk dipahami dan
dihayati, siapa yang berbuat baik akan mendapat pahala yang baik dan siapa yang
berbuat buruk sudah dapat dipastikan akan mendapatkan hasil yang buruk. Harus
kita yakini benar kesungguhan hukum Tuhan tersebut. Meskipun kita melihat orang
berbuat buruk pada saat ini dan kenyataannya ia bernasib baik, itupun karena
hukum karmaphala juga. Nasib baik yang ia terima saat ini pasti karena
perbuatan baik sebelumnya yang ia lakukan. Sedangkan perbuatan buruk yang
dilakukan saat ini sudah pasti akibatnya akan diterima kelak, entah kapan.
Orang yang selalu berusaha mengendalikan
pikiran dan diarahkan pada niat suci akan jarang mendapat persoalan
sulit dalam kehidupannya di masyarakat.
-Memang telah menjadi kenyataan apabila
perhatian benar-benar segala perbuatan manusia di dunia ini berpangkal pada
pikiran. Pikiranlah yang merupakan pangkal segala perbuatan. Pikiran yang baik
akan menimbulkan perbuatan baik dan pikiran yang tak baik akan menimbulkan
perbuatan yang tak baik pula. Oleh karena itu kita wajib berusaha selalu
mengontrol dan mengendalikan jalan pikiran kita agar tidak bergerak kearah yang
tidak baik. Kalau sifat dengki, loba, irihati, marah dan nafsu-nafsu yang
rendah timbul dari pikiran yang tak terkontrol dan tidak terkendalikan. Seperti
disebutkan dalam kitab Sarasamuscaya seperti berikut ini :
-
-“Apan ikang manah ngaranya ya ika witning
indriya,
maprawreti ta ya ring Çubhãçubha karma,
matangnyan ikang manah juga prihen
kakretannya sakareng”
(Sarasamuscaya,VII,86).
Maksudnya :
Oleh
karena pikiran itu merupakan asal nafsu dan asal mulanya perbuatan yang baik
maupun yang buruk, maka dari itu usahakanlah pengendalian pikiran itu dari
sekarang juga. Jadi singkatnya pengendalian pikiran dan nafsu itulah factor
terpenting didalam kehidupan manusia.
Empat macam berdasarkan perkataan, yaitu :
-
Tidak
suka mencaci maki / berkata jahat (Ujar ahala).
-Mencaci maki atau berkata jahat yang terucap
akan dapat mencemarkan vibrasi kesucian. Karena dalam kata-kata yang jahat
terdapat gelombang yang mengganggu keseimbangan vibrasi kesucian.
-
Tidak
berkata kasar (Ujar aprgas).
-Kata-kata kasar sangat menyakitkan bagi yang
mendengarkan. Perlu diperhatikan, meskipun niat baik, jika diucapkan dengan
kata-kata yang kasar maka niat baik itu akan turun nilainya/menjadi tidak baik.
Bagi yang mempunyai kebiasaan berkata kasar, berjuanglah untuk merubahnya.
-
Tidak
memfitnah (Rajapisuna).
-Ada pepatah mengatakan fitnah itu lebih kejam
dari pembunuhan. Dalam persaingan hidup, orang sering melakukan persaingan
dengan cara memfitnah agar lawan dengan mudah dikalahkan. Kalau tidak
mampu berbuat lebih dari kenyataan maka
fitnahpun akan untuk senjata agar kelihatan lebih dari yang lain. Cegahlah
lidah agar tidak mengucapkan kata-kata fitnah.
-
Tidak
ingkar pada janji dan ucapan.
-Berbohong sering dilakukan untuk menutupi
kekurangan diri. Agar kelihatan lebih dari orang lain berbohongpun sering
dilakukan. Menghilangkan kebiasaan berbohong ini haruslah dibiasakan untuk rela
menerima apa adanya sesuai dengan karma kita.
-
Demikianlah empat hal yang harus dibiasakan
agar tidak keluar dari lidah kita kata-kata yang tidak baik atau menyakitkan.
Kata-kata ibarat pisau bermata dua, di satu pihak bisa mendatangkan kebahagiaan
dan di lain pihak bisa mendatangkan penderitaan bahkan kematian, seperti
termuat dalam kitab Nitisastra berikut ini
:
“Wasita
nimitanta manemu laksmi,
Wasita nimitanta pati kapangguh,
Wasita nimitanta manemu duhka,
Wasita nimitanta manemu mitra”
(Nitiswastra,V.3)
Maksudnya
:
Oleh perkataan engkau akan mendapatkan
bahagia,
Oleh perkataan engkau akan menemui ajalmu,
Oleh perkataan engkau akan mendapatkan
kesusahan, dan
Oleh perkataan engkau akan mendapatkan
sahabat.
Tiga macam pengendalian yang berdasarkan
perbuatan, yaitu :
-
Tidak
menyakiti atau tidak membunuh makhluk lain (Ahimsa).
-Pada umumnya ahimsa diartikan tidak boleh
membunuh atau tidak menyakiti secara fisik, tetapi bila segala prilaku itu
menyebabkan orang lain sakit hatinya juga tergolong perbuatan himsa. Ahimsa
tergolong sifat-sifat kedewataan (Daiwi Sampad). Orang yang berhasil
menumbuhkembangkan sifat-sifat kedewataan akan lebih mudah meraih karunia dari
Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Dengan terpeliharanya ajaran ahimsa berarti tidak
ada kekerasan dalam kehidupan bersama di dunia ini. Hakikat dari manusia hidup
di dunia ini adalah bersaudara.
-
Tidak
mencuri, merampok, mengambil hak orang lain secara tidak sah.
-Intinya seseorang tidak terlalu terikat oleh
benda-benda duniawi, serta senang melakukan amal. Jika kesucian perbuatan tidak
dijaga akan berakibat terjadinya pemaksaan terhadap oaring lain yang berimbas
kepada tidak adanya hubungan yang harmonis sehingga tidak akan tercapai
kedamaian di hati, kedamaian di bumi dan kedamaian di akhirat.
-
Tidak
berzinah.
-Berzinah merupakan perbuatan yang sangat hina
dan terkutuk. Perbuatan ini harus dikendalikan karena bisa menimbulkan
kemerosotan moral. Berzinah artinya sikap suka memperkosa wanita atau istri
orang lain. Larangan melakukan zinah itu memang wajar, karena jika dibiarkan
maka kemerosotan moral akan makin memuncak. Banyak terjadi pelacuran atau tuna
susila maka kehidupan kita sebagai manusia yang menjunjung tinggi budaya dan
agama menjadi hancur. Adapun yang termasuk perbuatan berzinah (paradara) adalah
:
·
Mengadakan
hubungan kelamin dengan suami/istri orang lain
·
Mengadakan
hubungan kelamin (sex) antara pria dan wanita dengan jalan tidak sah
·
Mengadakan
hubungan kelamin dengan paksa artinya tidak atas dasar cinta sama cinta
(perkosaan)
·
Mengadakan
hubungan kelamin atau sex yang dilarang oleh agama.
Hal ini sangat ditentukan oleh proses
berpikir seseorang. Artinya bila pikirannya dilandasi oleh niat yang baik,
itikad yang baik, maka seseorang akan mampu mengendali-kan indrianya dan akan
menyebabkan orang lain senang dan bahagia, seperti diuraikan dalam kitab
Sarasamuscaya, berikut ini :
“Nihan yan tan ulahakena, syamatimati
mangahalahal, siparadara,
nahan
tan telu ulahakena ring asing ring parihasa, ring apatkala,
ri
pangipyan tuwi singgahana jugeka.”
(Sarasamuscaya,76).
Maksudnya
:
Inilah yang tidak patut dilakukan : membunuh,
mencuri, berbuat zinah, ketiganya itu jangan hendaknya dilakukan terhadap
siapapun, baik secara berolok-olok, bersendagurau, baik dalam keadaan dirundung
malang, keadaan darurat dalam khayalan sekalipun, hendaknya dihindari saja
ketiganya itu.
Didalam ajaran agama Hindu ditandaskan bahwa
segala perbuatan baik ataupun buruk yang dilakukan oleh manusia walaupun hanya
baru dalam angan-angan saja, pasti akan berpahala. Dalam pribahasa dikatakan
: “Ala ulah, ala tinemu, ayu kinardi,
ayu pinanggih.”
Yang artinya apapun yang kita perbuat
begitulah hasilnya. Buruk dibuat buruk hasilnya. Baik dibuat pasti baik
hasilnya. Sebagaimana halnya kita menanam bibit padi pastilah padi (beras)
hasilnya tidak mungkin orang menanam bibit padi akan menghasilkan jagung atau
ketela.
Demikianlah, maka kesimpulannya bahwa barang
siapa yang menjunjung tinggi dan
melaksanakan ajaran Tri Kaya Parisudha dengan sungguh-sungguh akhirnya ia pasti
akan berhasil mencapai kesempurnaan yang tertinggi.
3. Merasakan penderitaan orang lain
Ukuran rasa kemanusiaan seseorang adalah
apabila dia dapat merasakan penderitaan orang lain sebagai penderitaannya.
Karena dirasakan sebagai penderitaannya maka ia sendiri akan ikut aktif
menanggulangi penderitaan orang lain. Ikut serta menanggulangi penderitaan
orang lain adalah sesuai dengan kemampuan dan swadharma masing-masing.
Dalam system kehidupan yang modern dewasa ini
sesungguhnya banyak pihak yang mendapat kesempatan untuk mengamalkan rasa
kemanusiaannya. Sayang kebanyakan orang tidak menggunakan kesempatan ini untuk
mengamalkan rasa kemanusiaannya. Justru penderitaan orang lain sering dijadikan
ajang untuk mencari keuntungan guna memperkaya diri sendiri.
4. Catur Paramita.
Agama Hindu inti ajarannya terdiri dari
Tattwa/filsafat, Susila/ethika dan Upacara/ritual, yang dikenal dengan Tri
Kerangka Dasar Agama Hindu. Tattwa, Susila dan Upacara dalam prak-tek kehidupan
sehari-hari umat hendaknya selalu dalam keseimbangan. Melaksanakan upacara guna
memuja Tuhan beserta manifestasinya hendaknya dilengkapi dengan melaksanakan
susila dan upacara. Demikian juga dalam mengamalkan ajaran susila guna mencapai
kedamaian hidup ini hendaknya dilengkapi dengan memahami dan mempraktekkan
ajaran tattwa dan upacara.
Maka dari itu umat Hindu hendaknya merasa
berkewajiban untuk berbuat yang selalu dipedomani dengan susila, guna
menegakkan peradaban hidup manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang termulia,
Kepribadian hidup manusia yang sejati akan tercermin dalam susila / ethika
keseharian manusia yang bersangkutan. Bila manusia dalam hidup dan kehidupannya
selalu mencerminkan dan mengamalkan perbuatannya yang baik dan utama, itu
berarti yang bersangkutan telah mengamalkan ajaran Catur Paramita, karena Catur
Paramita merupakan salah satu dari landasan atau pedoman untuk melaksanakan
ajaran susila dalam agama Hindu.
Istilah Catur Paramita berasal dari bahasa
Sanskerta, yaitu dari kata “Catur” yang berarti empat dan “Paramita”
berarti sifat dan sikap utama. Catur Paramita berarti empat macam sifat dan
sikap utama yang patut dijadikan landasan bersusila. Catur Paramita adalah empat sifat yang harus
kita amalkan dalam kehidupan sehari-hari. Catur Paramita merupakan salah satu
dari landasan atau pedoman untuk melaksanakan ajaran suaila atau ethika dalam
ajaran agama Hindu.
Adapun
bagian-bagian Catur Paramita yang dimaksud adalah :
1) M
a i t r i
Kata Maitri dalam kamus Sanskerta Indonesia
berarti kehendak baik, persahabatan dan hubungan karib, senang mencari kawan
dan bergaul, yakni tahu menempatkan diri dalam masyarakat, ramah tamah, serta
manarik hati segala prilakunya sehingga menyanangkan orang lain dan diri
pribadinya. Bila dihayati lebih mendalam maitri itu dimaksudkan sebagai
persahabatan dan persaudaraan berdasarkan kepada kehendak yang baik terhadap
semua makhluk ciptaan Tuhan. Tanpa persahabatan manusia tak punya teman. Tanpa
teman manusia tak dapat menempuh kehidupan dengan baik, sebaliknya manusia tak
akan bisa hidup sendiri. Persahabatan itu perlu dilandasi rasa persaudaraan
karena pada dasarnya kita semua sebagai makhluk hidup ini berasal dari yang
satu yaitu Sang Hyang widhi Wasa. Persahabatan dan persaudaraan yang dilandasi
dengan kesadaran dimaksud, akan dapat melahirkan keharmonisan dalam hidup ini.
2) K
a r u n a
Kata
Karuna dalam kamus Sanskerta artinya adalah sedih, muram, terharu. Dalam
buku-buku Hindu diartikan belas kasihan, maksudnya adalah selalu memupuk rasa
kasih sayang terhadap semua makhluk. Apabila pengertian Karuna itu
diartikan secara mendalam berarti rasa sedih, muram dan terharu, erat kaitannya
dengan apa yang diderita oleh seorang teman sebagai kesusahan. Sebagai teman,
ikut merasakan penderitaan teman lalu berniat menolongnya. Karena perasaan hati
yang tersentuh itulah kita mau menolongnya sebagai perwujudan Karuna.
3) M
u d i t a
Kata
Mudita artinya selalu memperlihatkan wajah riang gembira, yakni penuh
simpatik terhadap yang baik serta sopan santun, ikut merasa bahagia atas
kebahagiaan orang lain.
Mudita adalah rasa kemanusiaan yang lahir
dari perasaan yang sama, sehingg merasa dekat, bersaudara, sehingga timbul rasa
saling kasih mengasihi dan sayang menyayangi.
4) U
p e k s a
Kata
Upeksa berarti tidak hirau, acuh tak acuh, keadaan bathin seseorang yang tak
dapat dipengaruhi benda-benda lahiriah sehingga pikirannya dapat terpusatkan.
Bila pengertian Upeksa dihayati secara mendalam, adalah merupakan bentuk
bathin seseorang yang tidak pamrih. Tidak pamrih disini adalah tidak ingin
mendapat balasan, pujian, penghormatan, apalagi yang berbentuk harta benda.
Pengamalan Upeksa dalam kehidupan sehari-hari tampak sikap keseimbangan
bathin yang dimiliki, tidak terpengaruh, juga tidak memihak dan mengganggu
orang lain, senantiasa mengalah demi kebaikan, walalupun disinggung perasaannya
oleh orang lain., ia tetap tenang dan selalu berusaha membalas kejahatan dengan
kebaikan.
Manfaat pelaksanaan Catur Paramita dalam kehidupan
sehari-hari adalah :
1.
Manfaat
pelaksanaan Maitri
a. Tercipta kehidpan yang dari persahabatan dan
persaudaraan antar sesama makhluk hidup.
b. Terciptanya kehidupan saling tolong menolong
dalam suka dan duka.
c. Manusia dituntut untuk selalu berbuat baik
terhadap semua makhluk ciptaan Tuhan
2.
Manfaat
pelaksanaan Karuna
a. Menumbuhkan rasa belas kasihan atas
penderitaan sesama manusia.
b. Memupuk rasa toleransi terhadap semua makhluk
ciptaan Tuhan.
c. Menuntun manusia untuk hidup saling menolong dalam
suka dan duka
3.
Manfaat
pelaksanaan Mudita
a. Menumbuhkan rasa ikut mensyukuri kebahagiaan
orang lain.
b.Menumbuhkan rasa ikut menikmati kebahagiaan
maupun kedudukan orang lain.
c.Menuntun manusia untuk hidup saling simpati
dan toleransi dengan sesama.
4.
Manfaat
pelaksanaan Upeksa
a.Menumbuhkan rasa rasa bathin tidak terikat
akan untung dan rugi, pujian dan cemohan.
b.Menumbuhkan rasa tidak terikat, rasa
pembalasan untuk penghormatan apalagi
berbentuk harta benda.
c.Menuntun manusia untuk tidak berbuat diluar
Tri Kaya Parisudha.
Guna lebih mudah memahami ajaran Catur
Paramita, dibawah ini disajikan beberapa bentuk larangan-larangan yang pantang
dilaksanakan oleh umat manusia sebagai berikut
:
1.
Untuk
dapat berbuat M a i t r i, maka
kita jangan melakukan atau berbuat bencana yang bersifat maut (Anta Kabhaya)
atau jangan membenci.
2.
Untuk
dapat berbuat K a r u n a, maka
pantang melakukan perbuatan yang menyebabkan terjadinya penderitaan, tersiksa,
kesengsaraan atau jangan bengis
3.
Untuk
dapat berbuat M u d i t a, maka
jangan melakukan perbuatan yang dapat menyebabkan orang lain susah, atau jangan memiliki rasa
iri hati kepada orang lain.
4.
Untuk
dapat berbuat U p e k s a, maka
pantang menghina orang lain, memandang rendah orang lain, menindas orang lain,
atau selalu dapat berusaha mengendalikan dorongan hawa nafsu jahat.
Demikianlah ajaran Catur Paramita patut kita
upayakan merealisasikan dalam hidup dan kehidupan ini. Dengan demikian diantara
kita sesama makhluk ciptaan-Nya dapat hidup ber-dampingan, serasi, selaras,
harmonis dan damai. Ajaran Catur Paramita sebagai implementasi dari ajaran Tat
Twam Asi patut dijadikan pedoman untuk mewujudkan kehidupan yang sempurna.
5.
Tri
Parartha
Kata
Tri Parartha berasal dari bahasa Sanskerta, yaitu dari kata “Tri” yang
berarti tiga, dan “Parartha” berarti kebahagiaan, kesejahteraan,
keselamatan. Dalam hal ini Tri Parartha berarti tiga cara yang menyebabkan
terwujudnya kebahagiaan, kesejahteraan dan keselamatan hidup umat manusia.
Keselamatan, kesejahteraan dan kebahagiaan adalah merupakan kebutuhan hidup
manusia yang mesti dinikmati dalam hidup dan kehidupannya. Tanpa keselamatan
umat manusia tidak akan dapat berbuat untuk mencapai kesejahteraan dan
kebahagiaan dalam hidup dan kehidupan ini. Berdasarkan ajaran agama Hindu,
untuk mewujudkan kesejahteraann dan kebahagiaan hidup baik di dunia maupun
akhirat dapat dicapai dengan jalan
mengamalkan ajaran Tri Parartha.
Adapun
ajaran Tri Parartha yang dimaksud dapat mengantarkan umat manusia mencapai
keselamatan dan kesejahteraan serta kebahagiaan hidupnya baik lahir maupun
bathin, terdiri dari :
a) A s
i h
Asih
artinya cinta kasih yaitu menyayangi dan mengasihi sesama makhluk sebagaimana
mengasihi diri sendiri. Dalam hidup ini
kita harus saling asah (saling menghargai), saling asih (saling
mencintai), dan saling asuh (saling menghormati). Tujuannya agar
terwujud kedamaian, kerukunan dan keharmonisan dalam hidup ini. Walaupun
manusia dikatakan makhluk yang paling sempurna diantara makhluk lainnya, namun
kita tidak boleh sombong, merasa lebih tinggi dan juga tidak boleh berlaku
sewenang-wenang. Namun sebaliknya harus merawat, memelihara dan menjaga
kelestariannya dengan penuh rasa kasih sayang. Demikian juga dengan sesama manusia
agar hidup kita menjadi damai.
Hidup saling mengasihi diantara kita adalah
merupakan prilaku umat manusia utama yang dapat mengantarkan tercapainya
kebahagiaan yang abadi yang disebut
moksa.
b) P u
n i a
Punia
artinya dermawan, tulus ikhlas yaitu perwujudan cinta kasih dengan wujud saling
menolong dengan memberikan sesuatu atau artha yang dimiliki secara ikhlas dan
berguna bagi yang menerima.
Ajaran
berdana punia yang didasari dengan rasa bhakti dan rasa cinta kasih mempunyai
suatu manfaat yang amat penting dalam hidup dan kehidupan ini dan semuanya itu
hendaknya diwujud-nyatakan sebagai amal dan ibadah (yajňa karma).
Dalam
hidup ini kita wajib memupuk rasa simpati. Kita hendaknya dapat merasakan apa
yang dirasakan orang lain. Disekitar kita tentunya banyak orang yang bernasib kurang
baik, mereka perlu dikasihi dan diperhatikan oleh orang yang lebih mampu. Kita
wajib menolong mereka sebatas kemampuan. Pertolongan atau pemberian tersebut
harus dilandasi oleh hati yang suci dan tulus ikhlas.
Agama
Hindu mengajarkan bahwa sebagai manusia harus melakukan dana punia. Walaupun
pemberian itu kecil tapi bila diberikan dengan hati suci dan ikhlas maka
pemberian itu akan membawa kebaikan yang tak ternilai. Contohnya seperti pohon
beringin. Walaupun bijinya kecil bila ditanam dan dirawat dengan baik akan
tumbuh menjadi besar dan menjadi tempat berteduh bagi yang lewat dibawahnya
dikala hujan maupun terik.
Yang penting pemberian itu diberikan dengan
tulus ikhlas pada waktu yang tepat dan kepada orang yang tepat tanpa
mengharapkan balasan.
Beberapa
contoh perbuatan dan pelaksanaan punia lainnya, yaitu :
1) Memberi pertolongan dan bantuan kepada
mereka yang kena bencana alam.
2) Menolong teman yang kurang mampu.
3) Menyumbang kepada fakir miskin.
4) Menghaturkan yadnya yang dipersembahkan
kepada Sang Hyang Widhi, para Rsi,Leluhur dan
Bhutakala.
c) Bhakti
Bhakti artinya hormat, sujud yaitu merupakan perwujudan hati nurani berupa
cinta kasih dan sujud bhakti kepada Ida Sang Hyang Widhi, orang tua, Guru dan
Pemerintah. Dalam sejarah agama Hindu disebutkan salah satu jalan untuk
berhubungan dengan Sang Hyang Widhi Wasa adalah dengan jalan Bhakti Marga yaitu
dengan jalan sujud bhakti kepada-Nya. Sang Hyang Widhi adalah segalanya bagi
kehidupan manusia dan makhluk lainnya.
Semua makhluk dapat menikmati kehidupan,
karena kasih sayang dari Sang Hyang
Widhi. Sang Hyang Widhi menyediakan apa yang menjadi kebutuhan manusia,
sehingga manusia dapat hidup nyaman. Menyadari hal itu kita harus sujud bhakti
kepada-Nya sebagai ungkapan rasa terima kasih
atas rahmatnya dan memohon agar selalu diberi keselamatan. Disamping itu bhakti
juga ditujukan kepada orang tua karena atas jasanya dalam melahirkan,
membesarkan mendidik dan mengupacarakan. Juga kepada Guru yang memberikan
pengetahuan, dengan berbhakti kepada Pemerintah untuk mewujudkan ketertiban
baerbangsa dan bernegara.
Contoh perbuatan bhakti dalam kehidupan
sehari-hari :
1. Sujud bhakti kepada Sang Hyang
Widhi
a. Melakukan Tri Sandhya
b. Sembahyang pada hari-hari tertentu, seperti
pada hari Purnama dan Tilem.
c. Melakukan Tirtha Yatra.
d. Memelihara kesucian tempat suci
e. Mengamalkan ajaran agama
2. Bhakti kepada orang tua
a. Patuh kepada nasehatnya
b. Meringankan pekerjaannya
c. Menjamin kehidupannya dihari tua
3. Bhakti kepada Guru
a. Mempelajari dengan tekun pelajaran yang
diberikan oleh Guru
b. Hormat kepada Guru
c. Taat pada tata tertib sekolah
4. Bhakti kepada Pemerintah
a. Menghormati pemerintah
b. Mentaati peraturan dan perundangan yang
berlaku
Demikianlah ajaran Tri Parartha penting untuk
dipahami dan diterapkan dalam kehidupan sebagai implementasi dari ajaran Tat
Twam Asi patut dijadikan pedoman untuk mewujudkan kehidupan yang sempurna.
Dengan demikian diantara kita sesama makhluk ciptaan-Nya dapat hidup berdampingan,serasi,
selaras, harmonis dan damai.
Tujuan pokok dari ajaran Tri Parartha adalah
menumbuhkan sikap mental masing-masing pribadi umat manusia, mewujudkan ajaran
wairagya (tidak terikat akan pengaruh benda-benda duniawi/lahiriah) yang dapat
memuaskan indria/nafsu belaka manusia secara pribadi.
Adapun penyebab kemorosotan moral yaitu
1.
Kurang
tertanamnya jiwa agama pada setiap individu yang ada dalam masyarakat
2.
Keadaan
masyarakat yang kurang stabil, baik dalam bidang pendidikan, ekonomi,
social,politik dan keamanan
3.
Pendidikan
moral belum terlaksana sebagaimana mestinya, baik di lingkungan sekolah,
masyarakat, maupun di tingkat rumah tangga.
4.
Situasi
dan kondisi rumah tangga yang kurang stabil/baik
5.
Diperkenalkannya
secara popular obat-obatan dan sarana anti hamil
6.
Banyaknya
tulisan-tulisan, gambar-gambar, siaran-siaran, kesenian-kesenian yang kurang
mengindahkan dasar-dasar, norma-norma/aturan tentang tuntunan moral
7. Kurang adanya
individu/organisasi/lembaga yang memfasilitasi tempat-tempat bimbingan dan penyuluhan
moral bagi anak-anak/remaja yang menganggur.