Selasa, 23 September 2014

CATUR MARGA YOGA

Kompetensi Inti
 KI 1: Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya.
 KI 2Mengembangkan perilaku (jujur, disiplin, tanggungjawab, pedulisantun, ramah lingkungan,  gotong royong, kerjasama, cinta damai, responsif dan pro-aktifdan menunjukan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan bangsa dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia.
 KI 3: Memahami dan menerapkan pengetahuan faktual, konseptual, prosedural dalam ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan,  kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah.
 KI 4: Mengolah,  menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak  terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, dan mampu menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan.
Kompetensi Dasar
1.1  Membiasakan mengucapkan salam agama Hindu
1.2  Membiasakan mengucapkan dainika upasana (doa sehari-hari).
2.1 Toleran terhadap sesama, keluarga, dan lingkungan dengan cara menyayangi ciptaan Sang Hyang Widhi (Ahimsa).
2.2 Berperilaku jujur (Satya), menghargai dan menghormati  (Tat Tvam Asi) makhluk ciptaan Sang Hyang Widhi
3.1 Memahami ajaran Catur Marga sebagai jalan berhubungan dengan Sang Hyang Widhi
4.3 Mempraktikan sikap melaksanakan Catur Marga

Indicator

1.      Menjelaskan pengertian catur marga yoga
2.      Menyebutkan bagian-bagian catur marga yoga
3.      Menjelaskan pengertian bhakti marga yoga, karma marga yoga, jnana marga yoga, dan raja marga yoga
4.      Menyebutkan bagian-bagian astangga yoga

  1. CATUR MARGA YOGA

1.      Pengertian ajaran Catur Marga
Kata catur marga yoga berasal dari kata catur berarti empat. Marga berarti jalan dan yoga berarti penyatuan dengan Brahman. Jadi catur marga adalah empat jalan atau cara umat Hindu untuk menghormati dan menuju ke jalan Tuhan Yang Maha Esa atau Ida Sang Hyang Widhi Wasa.Catur marga juga sering disebut dengan catur marga yoga. Sumber ajaran catur marga adadiajarkan dalam pustaka suci Bhagawadgita, terutama pada trayodhyaya tentang karma yogamarga

  1.  Bagian-bagiannya yaitu :

1.      Bhakti marga yoga

Adalah proses atau cara mempersatukan atman dengan Brahman dengan berlandaskan atas dasar cinta kasih yang mendalam kepada Ida Sang Hyang Widhi dan segala ciptaan-Nya. Kata bhakti berarti hormat, taat, sujud, menyembah, mempersembahkan, cintah kasih penyerahan diri seutuhnya pada Sang pencipta.

Seorang Bhakta (orang yang menjalani Bhakti marga) dengan sujud dan cinta, menyembah dan berdoa dengan pasrah mempersembahkan jiwa raganya sebagai yadnya kepada Sang Hyang Widhi. Cinta kasih yang mendalam adalah suatu cinta kasih yang bersifat umum dan mendalam yang disebut maitri. Semangat tat twam asi sangat subur dalam hati sanubarinya.

Cinta bhaktinya kepada Hyang Widhi yang sangat mendalam, itu juga dipancarkan kepada semua makhluk baik manusia binatang juga tumbuh-tumbuhan. Dalam doanya selalu menggunakan pernyataan cinta dan kasih sayang dan memohon kepada Hyang Widhi agar semua makhluk tanpa kecuali selalu berbahagia dan selalu mendapat anugrah termulia dari Hyang Widhi. Jadi untuk lebih jelasnya seorang bhakta akan selalu berusaha melenyapkan kebenciannya kepada semua makhluk sebaliknya ia selalu berusaha memupuk dan mengembangkan sifat-sifat maitri, karuna, mudita dan upeksa (catur paramita).

Di dalam kitab suci Veda kita jumpai beberapa mantra tentang Bhakti salah satunya adalah:
Arcata prarcata priyam edhaso Arcata, arcantu putraka uta puram na dhrsnvarcata
Rgveda VIII.69.8)
(pujalah, pujalah Dia sepenuh hati, Oh cendekiawan, Pujalah Dia. Semogalah semua anak- anak ikut memuja- Nya, teguhlah hati seperti kukuhnya candi dari batu karang untuk memuja keagungan- Nya).

Terhadap landasan filosofis ajaran Bhakti diatas, Drs. I Gusti Made Ngurah dkk menyatakan pendapatnya: “… bhakti adalah perwujudan cinta yang tulus kepada Tuhan, mengapa harus berbhakti kepada Tuhan karena  Tuhan menciptakan alam semesta dengan segala isinya berdasarkan Yajnya.” (Ngurah, 2006 : 80)

 Sikap yang paling sederhana dalam kehidupan beragama adalah cinta kasih dan pengabdian yang tulus. Tuhan dipandang sebagai yang paling disayangi, sebagai ibu, bapak, teman, saudara, sebagai orangtua, sebagai tamu, dan sebagai seorang anak.  

Pada umumnya kita mengenal dua bentuk bhakti yaitu bentuk Aparabhakti dan parabhakti.
A.    Apara  bhakti artinya tidak utama; jadi apara bhakti artinya cara berbhakti kepada Hyang Widhi yang tidak utama. Apara bhakti dilaksanakan oleh bhakta yang tingkat inteligensi dan kesadaran rohaninya kurang atau sedang-sedang saja.
Aparabhakti, yaitu pemujaan atau persembahan dan kebaktian dengan berbagai permohonan dan permohonan itu adalah wajar mengingat keterbatasan pengetahuan kita tentang hakekat bhakti.

B.     Para artinya utama; jadi para bhakti artinya cara berbhakti kepada Hyang Widhi yang utama. Para bhakti dilaksanakan oleh bhakta yang tingkat inteligensi dan kesadaran rohaninya tinggi
Parabhakti adalah bhakti berupa penyerahan diri yang setulusnya. Penyerahan diri kepada- Nya bukanlah dalam pengertian pasif tidak mau melakukan berbagai aktivitas, tetapi aktif dan dengan keyakinan bahwa bila bekerja dengan baik dan tulus maka akan memperoleh pahala yang baik pula.  Kita tidak boleh mendoakan seseorang untuk memperoleh kecelakaan dan sejenisnya.

 Drs. I Gusti Made Ngurah dkk berpendapat : ”… Seperti yang disampaikan bahwa Tuhan yang Maha Esa adalah ibu dan bapa kita , seperti kita meminta sesuatu pada kedua orangtua kita tidak semua permintaan dapat terpenuhi. Demikianlah bila kita memohon kepada Tuhan Yang Maha Esa. Sesungguhnya kita sering mendapat karunia- Nya berupa kesejahteraan, kegembiraan atau kebahagiaan, tetapi bila kita lalai, maka sekali waktu cobaan dan penderitaan yang kita terima. Walaupun itu cobaan dan penderitaan, itupun sesungguhnya sebuah karunia, kita harus mensyukuri agar kita segera mawas diri, memperbaiki kesalahan atau kelalaian kita.” (Ngurah, 2006 : 83) 

Dalam meningkatkan kualitas bhakti kita kepada sang Hyang Widi ada beberapa jenis bentuk bhakti yang disebut Bhavabhakti, sebagai berikut:
a.              Santabhava, yaitu sikap bhakti seperti bhakti atau hormat seorang anak terhadap ibu dan bapaknya.
b.               Sakhyabava, yaitu bentuk bhakti yang meyakini Hyang Widi, manifestasiNya, Istadevata atau Avatara- Nya sebagai sahabat yang sangat akrab dan selalu memberikan perlindungan dari pertolongan pada saat yang diperlukan. 
c.               Dasyabhava, yaitu bhakti atau pelayanan kepada Tuhan Yang Maha Esa seperti sikap seorang hamba kepada majikannya.
d.              Vatsalyabhava, yaitu sikap bhakti seorang penyembah memandang Tuhan Yang Maha Esa seperti anaknya sendiri.
e.                 Kantabhava, yaitu sikap bhakti seorang istri terhadap suami tercinta.
f.               Maduryabhava, yaitu bentuk bhakti sebagai cinta yang amat mendalam dan tulus dari seorang bhakta kepada Tuhan Yang Maha Esa. Secara lahiriah bentuk- bentuk di Indonesia sama halnya dengan di India, umat mewujudkannya melalui pembangunan berbagai Pura ( mandir), mempersembahkan berbagai sesaji (naivedya), mempersembahkan kidung (bhajan), gamelan, tari- tarian, dan sebagainya.

Cirri-ciri seorang Bhakti Marga yaitu :
a.       Keinginan untuk berkorban
b.      Keinginan untuk bertemu

Tuhan senang bila engkau menolong dan melayani sesama manusia (pengabdian / dharmabakti). Kitab-kitab suci telah menetapkan 9 jalan bhakti, yaitu :
-    Mendengarkan kisah-kisah Tuhan (shravanam)
-    Menyanyikan kemuliaan Tuhan (kirtanam)
-    Mengingat Nama-Nama Tuhan ( Vishnusmaranam)
-    Melayani kaki Tuhan yang suci (padasevanam)
-    Pemujaan (archanam)
-    Sembah sujud (vandanam)
-   Pengabdian (dasyam)
-    Persahabatan (sneham)
-    Pasrah / penyerahan diri kepada Tuhan sepenuhnya (atmanivedanam)

2.      Karma marga yoga

Adalah jalan atau usaha untuk mencapai kesempurnaan atau moksa dengan karma atau perbuatan yang baik tanpa pamrih. Dalam Bhagawadgita. III.19 dinyatakan sebagai berikut :
Tasmad asaktah satatam karyam karma samacara, asakto hy acaran karma, param apnoti purusah
Artinya :
Oleh karena itu, laksanakanlah segala kerja sebagai kewajiban tanpa terikat pada hasilnya, sebab dengan melakukan kegiatan kerja yang bebas dari keterikatan, orang itu sesungguhnya akan mencapai yang utama.

Sebab pada hakekatnya bekerja atau melayani orang atau makhluk lain secara hakekat adalah karma baik untuk diri sendiri. Adalah lebih baik dapat menolong/melayani dari pada ditolong/dilayani.
           
            Bhagawadgita III.8 menegaskan sebagai berikut :
Niyatam kuru karma twam karma jyayo hyakarmanah sarira-yatrapi ca ten a prasidhyed akarmanah.
Artinya :

Bekerjalah seperti yang telah ditentukan sebab berbuat lebih baik daripada tidak berbuat dan bahkan tubuhpun tidak akan berhasil terpelihara tanpa berkarya.

Dalam hubungan ini renungkalah cerita berikut :
Pada suatu hari Devi Laksmi mengadakan sayembara, dimana beliau akan memilih suami. Semua Dewa dan para Danawa dating berduyun-duyun dengan harapan dapat terpilih. Devi Laksmi belum mengumumkan janjinga, kemudian datanglah beliau dihadapan pelamarnya dan berkata demikian : saya akan mengalungkan bunga kepada perya yang tidak menginginkan diri saya. Tetapi mereka yang datang itu semua lobha, maka mulailah Devi Laksmi mencari Dewa yang tiada berkeinginan, untuk dikalungi. Terlihatlah oleh Devi Laksmi wujudnya Dewa Wisnu dengan tenangnya di atas ular Sesa yang sedang melingkar. Kalung perkawinan kemudian diletakkan dileherNya dan sampai kinilah dapat kita lihat simbolis Devi Laksmi berada di samping kaki Dewa Wisnu.

Dari cerita di atas dapat dikemukakan bahwa orang yang hanya mengharapkan hasil dari kerjanya, akan menjadi kecewa dan putus asa bila hasil itu belum datang dan menyebabkan kerjanya menjadi tidak maksimal, walaupun sesungguhnya hasil itu pasti datang hanya saja waktunya bisa prarabda atau kryamana. Tetapi bagi karma yogin walaupun ia berbuat sedikit, dilakukannya dengan senang hati dan merupakan kewajiban, serta tanpa pamrih, ia akan mendapatkan hasil yang tidak ternilai. Maka itu ajaran suci selalu menyarankan kepada umatnya agar menjadi seorang karma yogi yang selalu mendambakan pedoman rame inggawe sepi ing pamrih (Banyak bekerja tanpa mengharapkan hasil)

Karma Marga Yoga menekankan kerja sebagai bentuk pengabdian dan bentuk pengabdian dan bhakti kepada Tuhan Yang Maha Esa. Ajaran karma Yoga merupakan etos kerja atau budaya kerja bagi umat Hindu di dalam usaha mewujudkan kesejahteraan dan kebahagiaan lahir batin. Di dalam Landasan filosofis ajaran karma, doa seorang karmayogin adalah untuk memohon kesehatan dan kekuatan, badan yang sempurna dan umur panjang, kebaikan di dunia, serta kekuatan untuk menghadapi segala bentuk kejahatan.
Salah satu contoh isi veda yang menjadi Landasan filosofis ajaran karma yaitu:
“udyanam te purusa navayanam, jivatum te daksatatim krnomi”
(Atharwaveda VIII.1.6.)
Artinya :
Oh manusia, giatlah bekerja untuk kemajuan, jangan mundur , Aku anugerahkan kekuatan dan tenaga.

            Manfaat karma marga yaitu :
a.       Kehidupan di dunia ini dibelenggu oleh hukum kerja sehingga kehidupan ini selalu dituntut untuk bekerja.
b.      Tidak seorangpun yang hidup di dunia ini terlepas dari kerja.
c.       Dengan bekerja orang dapat mencapai kebebasan (tujuan hidup yang tertinggi), asal pekerjaan itu dilakukan dengan tindakan mengikat diri pada hasilnya.

3.      Jnana marga yoga
Jnana artinya kebijaksanaan filsafat (pengetahuan). Yoga berasal dari urat kata Yuj artinya menghubungkan diri. Jadi jnana yoga artinya mempersatukan jiwatman dengan paramatman yang dicapai dengan jalan mempelajari dan mengamalkan ilmu pengetahuan baik science maupun spiritual, seperti hakekat kebenaran tentang Brahman, Atman. Dengan pemanfaatan ilmu pengetahuan yang sejati akan mampu membebaskan diri dari ikatan-ikatan keduniawian.

Ada tiga hal yang penting dalam hal ini yaitu kebulatan pikiran, pembatasan pada kehidupan sendiri dan keadaan jiwa yang seimbang atau tenang maupun pandangan yang kokoh tentram damai. Ketiga hal tersebut di atas merupakan dhyana yoga. Untuk tercapainya perlu dibantu dengan abhyasa yaitu latihan-latihan dan vairagya yaitu keadaan tidak mengaktifkan diri. Adapun kekuatan pikiran kita lakukan di dalam hal kita berbuat saja, pikiran harus kita pusatkan kepadanya.

Pelajar Jñanayoga pertamatama melengkapi dirinya dengan tiga cara yaitu:
·         Pembedaan (viveka)
·          Ketidakterikatan (vairagya)
·         Kebajikan

 Ada enam macam(satsampat), yaitu: 
1.      Ketenangan  (sama)
2.       Pengekangan  (dama)
3.       penolakan (uparati), ketabahan (titiksa)
4.      Keyakina n (sraddha)
5.       Konsentrasi  (samadhana)
6.      Kerinduan  yang sangat akan pembebasan (mumuksutva).

Ada tujuh tahapan dari Jñana atau pengetahuan, yaitu;
1.      Aspirasi  pada kebenaran(subhecha)
2.      Pencarian  filosofis (vicarana)
3.      Penghalusan pikiran (tanumanasi)
4.       Pencapaian sinar (sattwatti)
5.      Pemisahan  batin (asamsakti)
6.      Penglihatan  spiritual(padarthabhawana)
7.      kebebasan tertinggi (turiya).

4.      Raja marga yoga
Raja yoga adalah suatu jalan mistik (rohani) untuk mencapai kelepasan atau moksa. Melalui raja marga yoga seseorang akan lebih cepat mencapai moksa, tetapi tantangan yang dihadapinya pun lebih berat, orang yang mencapai moksa dengan jalan ini diwajibkan mempunyai seorang guru kerohanian yang sempurna untuk dapat menuntun dirinya ke arah tersebut.

Adapun tiga jalan pelaksanaan yang ditempuh oleh para raja yogin yaitu melakukan tapa, brata, yoga, Samadhi. Tapa dan brata merupakan suatu latihan untuk mengendalikan emosi atau nafsu yang ada dalam diri kita kea rah yang positif sesuai dengan petunjuk ajaran kitab suci. Sedangkan yoga dan Samadhi adalah latihan untuk dapat menyatukan atman dengan Brahman dengan melakukan meditasi atau pemusatan pikiran.

Seorang raja yoga akan dapat menghubungkan dirinya dengan kekuatan rohani melalui astangga yoga yaitu delapan tahapan yoga untuk mencapai moksa. Astangga yoga diajarkan oleh Maharsi Patanjalai dalam bukunya yang disebut yoga sutra patanjali. Adapun bagian-bagian dari astangga yoga adalah sebagai berikut :
a.       Yama yaitu suatu bentuk larangan yang harus dilakukan oleh seseorang dari segi jasmani yaitu :
·         Dilarang membunuh (ahimsa)
·         Dilarang berbohong (satya)
·         Pantang menginginkan sesuatu yang bukan miliknya (asteya)
·         Pantang melakukan hubungan seksual (brahmacari)
·         Tidak menerima pemberian dari orang lain (aparigraha)
b.      Nyama yaitu pengendalian diri yang bersifat rohani yaitu :
·         Sauca (tetap suci lahir bhatin)
·         Santosa (selalu puas dengan apa yang datang)
·         Swadhyaya (mempelajari kitab-kitab keagamaan)
·         Iswara pranidhana (selalu bhakti kepada Tuhan)
·         Tapa (tahan uji)
c.       Asana yaitu sikap duduk yang menyenangkan, teratur dan disiplin
d.      Pranayama yaitu mengatur pernafasan sehingga menjadi sempurna melalui tiga jalan yaitu :
·         Puraka (menarik nafas)
·         Kumbhaka (menahan nafas)
·         Recaka (mengeluarkan nafas)
e.       Pratyahara yaitu mengontrol dan mengendalikan indriya dari ikatan obyeknya, sehingga orang dapat melihat hal-hal suci
f.       Dharana yaitu usaha-usaha untuk menyatukan pikiran dengan sasaran yang diinginkan
g.      Dhyna yaitu pemusatan pikiran yang tenang, tidak tergoyahkan kepada suatu obyek. Dhyna dapat dilakukan terhadap Ista Dewata
h.      Samadhi yaitu penyatuan atman

Bila seseorang melakukan latihan yoga dengan teratur dan sungguh-sungguh ia akan dapat menerima getaran-getaran suci dan wahyu Tuhan. Keempat jalan untuk pencapaian moksa itu sesungguhnya memiliki kekuatan yang sama bila dilakukan dengan sungguh-sungguh. Setiap orang akan memilih kecenderungan memilih jalan-jalan tersebut, maka itu setiap orang memiliki jalan mencapai moksa bervariasi.

Moksa sebagai tujuan hidup spiritual bukanlah merupakan suatu janji yang hampa melainkan merupakan suatu keyakinan yang berakhir dengan kenyataan. Kenyataan dalam dunia batin merupakan alam super transcendental yang hanya dapat dibuktikan berdasarkan instuisi yang dalam. Moksa merupakan suatu yang tidak dapat dibantah kebenarannya, karena demikianlah yang dijelaskan oleh kitab suci.

Oleh sebab itu marilah kita melatih diri untuk melaksanakan ajaran astangga yoga dengan tuntunan seorang guru yang telah memiliki kemampuan didalam hal tersebut.

 Keempat jalan (marga) itu dapat dilakukan diberbagai tempat dan waktu sesuai kemampuan seseorang dan keempatnya tidak dapat dipisahkan karena dalam prakteknya saling berkaitan. Misalnya sembahyang , keempat cara (marga) itu dapat diamalkan sekaligus yaitu :
·         Rasa  hormat atau berserah merupakan wujud bhakti marga.
·         Menyiapkan sarana kebhaktian merupakan wujud karma marga.
·         Pemahaman tentang sembahyang merupakan wujud jnana marga. 
·         Duduk tegak-tenang-konsentrasi merupakan wjud raja marga.

 Jika direnungkan dan diperhatikan maka sesungguhnya pengamalan agama Hindu sangat mudah, praktis dan lues. Keluesan itu disebabkan karena agama Hindu dapat dilaksanakan :
-          Dengan mempraktekan Catur Marga
-          Oleh seluruh umat tanpa terkecuali
-          Disegala tempat, waktu dan keadaan
-          Tidak harus dengan materi
-          Sesuai dengan kemampuan umat
-          Sesuai dengan adat istiadat karena Hindu menjiwai adat istiadat.

  Demikian agama Hindu dapat diamalkan selama 24 jam setiap hari dengan cara serta bentuk pengamalan  yang beraneka ragam. Untuk itu umat Hindu tidak patut memaksakan bentuk pengamalan agama agar seragam dari segi materi maupun bentuk material lainnya, apalagi keseragaman jumlah uang. Namun yang harus sama dan seragam ialah prinsip dasar ajaran agama. 

  1. Implementasi Ajaran Catur Marga Yoga dalam Kehidupan Masyarakat Hindu.

Penerapan catur marga oleh umat Hindu sesungguhnya telah diterapkan secara rutin dalam kehidupannya sehari-hari, termasuk juga oleh umat Hindu yang tinggal di Bali maupun oleh umat Hindu yang tinggal di luar Bali. Banyak cara dan banyak pula jalan yang bisa ditempuh untuk dapat menerapkannya. Sesuai dengan ajaran catur marga bahwa penerapannya disesuaikan dengan kondisi atau keadaan setempat yang berdasarkan atas tradisi, sima, adat-istiadat, drsta, ataupun yang lebih dikenal di Bali yakni desa kala patra atau desa mawa cara.

Inti dan penerapan dan Catur Marga adalah untuk memantapkan mengenai hidup dan kehidupan umat manusia di alam semesta ini, terutama untuk peningkatan, pencerahan, serta memantapkan keyakinan atau kepercayaan (sraddha) dan pengabdian (bhakti) terhadap Tuhan Yang Maha Esa atau Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Dengan memahami dan menerapkan ajaran catur marga, maka diharapkan segenap umat Hindu dapat menjadi umat Hindu yang berkualitas, bertanggung jawab, memiliki loyalitas, memiliki dedikasi, memiliki jati diri yang mulia, menjadi umat yang pantas diteladani oleh umat manusia yang lainnya, menjadi umat yang memiliki integritas tinggi terhadap kehidupan secara lahir dan batin, dan harapan mulia lainnya guna tercapai kehidupan yang damai, rukun, tenteram, sejahtera, bahagia, dan sebagainya. Jadi dengan penerapan dan ajaran catur marga diharapkan agar kehidupan umat Hindu dan umat manusia pada umumnya menjadi mantap dalam berke-sraddha-an dan berke-bhakti-an kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, serta dapat diharmoniskan dengan kehidupan nyata dengan sesama manusia, semua ciptaan Tuhan, dan lingkungan yang damai dan serasi di sekitar kehidupan masing-masing

Tidak ada orang yang menjalankan catur marga itu sendiri-sendiri atau terpisah-pisah, karena satu sama lainnya berkaitan. Perincian menjadi empat itu hanyalah untuk mengukur dan memilih ‘bobot’ jalan yang mana yang bisa diutamakan, sesuai dengan kemampuan masing-masing.

Misalnya seorang yang kurang pengetahuan agama-nya, mungkin dengan mengutamakan bhakti marga dan karma marga saja, ditambah pengetahuan minim (misalnya) rajin melakukan trisandya (termasuk jnyana marga) dan asana (termasuk yoga marga). Bobotnya adalah bhakti marga.Tetapi seorang wiku tentu bobotnya pada jnyana marga dan yoga marga, walaupun bhakti marga yang menjadi dasar dan karma marga tidak juga ditinggalkan.

Kesimpulannya: keempat marga itu dilaksanakan bersama-sama, namun pemilihan mana yang utama tergantung dari kemampuan individu. Inilah salah satu contoh ‘kebesaran Agama Hindu’ yang membedakannya dengan agama-agama lain yang dogmatis.

a.       Mengenai penerapan bhakti marga oleh umat Hindu seperti berikut ini :
·         Melaksanakan doa atau puja tri sandhya seçara rutin setiap hari;
·         Menghaturkan banten saiban atau jotan/ngejot atau yajnasesa;
·         Berbakti kehadapan Tuhan Yang Maha Esa beserta semua manifestasi-Nya;
·         Berbakti kehadapan Leluhur;
·         Berbakti kehadapan para pahlawan pejuang bangsa;
·         Melaksanakan upacara dewa yajna (piodalan/puja wali, saraswati, pagerwesi, galungan, kuningan, nyepi, siwaratri, purnama, tilem, tumpek landep, tumpek wariga, tumpek krulut, tumpek wayang dan lain-lainnya);
·         Melaksanakan upacara manusia yajna (magedong-gedongan, dapetan, kepus puser, macolongan, tigang sasihin, ngotonin, munggah deha, mapandes, mawiwaha, mawinten, dan sebagainya);
·         Melaksanakan upacara bhuta yajna (masegeh, macaru, tawur, memelihara lingkungan, memelihara hewan, melakukan penghijauan, melestarikan binatang langka, dan sebagainya);
  • Melaksanakan upacara pitra yajna (bhakti kehadapan guru rupaka atau rerama, ngaben, ngerorasin, maligia, mamukur, ngeluwer, berdana punya kepada orang tua, membuat orang tua menjadi hidupnya bahagia dalam kehidupan di alam nyata ini, dan sebagainya);
  • Melaksanakan upacara resi yajna (upacara pariksa, upacara diksa, upacara ngelinggihang veda), berdana punya pada sulinggih atau pandita, berguru pada orang suci, tirtha yatra ke tempat suci bersama sulinggih atau pandita, berguru pada orang suci, sungkem (pranam) pada sulinggih sebagai guru nabe, menerapkan ajaran tri rnam, dan sebagainya.

b.      Mengenai penerapan karma marga oleh umat Hindu seperti berikut ini :
·         Menerapkan filosofi ngayah;
·         Menerapkan filosofi matulungan;
·         Menerapkan filosofi manyama braya;
·         Menerapkan filosofl paras-paros sarpanaya salunglung sabayantaka;
·         Menerapkan filosofi suka dan duka;
·         Menerapkan filosofi agawe sukaning wong len;
·         Menerapkan filosofi utsaha ta larapana;
·         Menerapkan filosofi makarya;
·         Menerapkan filosofi makarma sane melah;
·         Menerapkan filosofi ala kalawan ayu;
·         Menerapkan filosofi karma phala;
·         Menerapkan filosofi catur paramita;
·         Menerapkan filosofi tri guna;
·         Menerapkan filosofi trikaya parisudha; dan
·         Menerapkan filosofi yama niyama brata dan berbagai ajaran agama Hindu.

c.       Beberapa model atau bentuk nyata dan penerapan jnana marga berikut ini :
·         Menerapkan ajaran aguron-guron;
·         Menerapkan ajaran guru dan sisya;
·         Menerapkan ajaran guru bhakti;
·         Menerapkan ajaran guru susrusa;
·         Menerapkan ajaran brahmacari dan ajaran catur guru;
·         Menerapkan ajaran sisya sasana;
·         Menerapkan ajaran resi sasana;
·         Menerapkan ajaran putra sasana;
·         Menerapkan ajaran guru nabe, guru waktra, guru saksi;
·         Menerapkan ajaran catur asrama; dan
·         Menerapkan ajaran dalam wrati sasana, slokantara, sila krama, dan ajaran agama Hindu yang bersumber pada Veda dan susastra Hindu lainnya.

d.      Dalam penerapan yoga marga oleh umat Hindu, realitanya seperti berikut :
·         Melaksanakan introspeksi atau pengendalian diri;
·         Menerapkan ajaran tapa, brata, yoga dan samadhi;
·         Menerapkan ajaran astangga yoga;
·         Melakukan kerja sama atau relasi yang baik dan terpuji dengan sesama;
·         Menjalin hubungan kemitraan secara terhormat dengan rekanan, lingkungan, dan semua ciptaan Tuhan di alam semesta ini;
·         Membangun pasraman atau paguyuban untuk praktek yoga;
·         Mengelola ashram yang bergerak di bidang pendidikan rohani, agama, spiritual, dan upaya pencerahan diri lahir batin;
·         Menerapkan filosofi mulat sarira;
·         Menerapkan filosofi ngedetin/ngeret indriya;
·         Menerapkan filosfi mauna;
·         Menerapkan filosofi upawasa;
·         Menerapkan filosofi catur brata panyepian, dan
·         Menerapkan filosofi tapasya, pangastawa, dan menerapkan ajaran agama Hindu dengan baik dan benar menuju keluhuran diri sebagai mahluk sosial dan religius.

Tidak ada komentar: