Rabu, 03 Desember 2014

TAT TWAM ASI

A.  Tat Twam Asi
            Tat Twam Asi  adalah  ajaran tata Susila dalam agama Hindu. Susila adalah istilah lain dari Ethika dan Moral, merupakan dua buah kata dalam kehidupan yang dipergunakan silih berganti untuk maksusd yang sama. Kata Susila terdiri dari kata “Su” yang berarti baik dan “Sila” berarti segala kebiasaan atau tata laku. Susila berarti perbuatan yang baik atau tata laku yang baik. Jadi Susila adalah peraturan tingkah laku yang baik dan mulia yang harus menjadi pedoman hidup manusia.

Tujuan tata Susila adalah untuk membina hubungan yang selaras atau hubungan yang rukun antara seseorang dengan makhluk yang hidup di alam sekitarnyarnya. Telah menjadi kenyataan bahwa hubungang selaras atau rukun antara seseorang dengan makhluk sesamanya, antara anggota-anggota suatu masyarakat, suatu bangsa, menyebabkan hidup aman dan sentosa.
Disamping meningkatkan moral, sekaligus merupakan nilai budaya yang dapat meningkatkan derajat manusia dari yang rendah ketingkat yang lebih tinggi. Salah satu prinsip dasar dalam ajaran susila itu menurut agama Hindu adalah dalam rangka menyeberangkan  Sang Hyang Atma agar dapat mencapai moksa.
            Dengan demikian Susila dalam hal ini Susila Hindu Dharma adalah bagian yang sangat penting dalam agama Hindu. Oleh karena itu penganut agama Hindu sudah semestinya harus mengenal dan memahami ajaran Susila disamping Filsafat dan Upacara. Setelah mengenal dan memahaminya  tentu melaksanakan atau mengamalkannya.
            Ajaran Susila Hindu Dharma berlandaskan Filsafat diantaranya adalah Tat Twam Asi. Kata Tat Twam Asi berasal dari bahasa Sanskerta yaitu  “Tat” berarti itu, “Twam” berarti kamu dan “Asi” berarti adalah. Jadi Tat Twam Asi berarti itu atau dia adalah kamu juga.

Maksud yang terkandung dalam ajaran Tat Twam Asi ini “ia adalah kamu, saya adalah kamu, dan semua makhluk adalah sama” sehingga bila kita menolong orang lain berarti juga menolong diri kita sendiri. Didalam filsafat Hindu dijelaskan bahwa Tat Twam Asi  adalah ajaran kesusilaan yang tanpa batas, yang identik dengan “prikemanusiaan” dalam Pancasila. Konsep sila prikemanusiaan dalam Pancasila, bila kita cermati sungguh-sungguh adalah merupakan realisasi ajaran Tat Twam Asi yang terdapat dalam kitab suci Weda.
           
Didalam Upanisad terdapat suatu kalimat yang berbunyi “Brahman Atman Aikyam” yang artinya Brahman dan Atman (jiwatma) adalah tunggal. Oleh karena jiwatma semua makhluk tunggal dengan Brahman (Hyang Widhi Wasa), maka jiwatma suatu makhluk tunggal juga dengan semua jiwatma dan sama dengan jiwatma (roh) semua makhluk. Jadi kesadaran akan tunggalnya jiwatma (roh) kita dengan jiwatma (roh) orang atau mahluk lain, menimbulkan kesadaran bahwa kita sebenarnya satu dan sama dengan orang atau mahluk lain.
B.    Perilaku Sebagai Implementasi Ajaran Tat Twam Asi
            Tat Twam Asi adalah ajaran moral yang bernafaskan agama Hindu. Wujud nyata dari ajaran ini dapat kita cermati dalam kehidupan dan prilaku keseharian dari umat manusia yang bersangkutan. Manusia dalam hidupnya memiliki berbagai macam kebutuhan hidup yang dimotifasi oleh keinginan manusia yang bersangkutan. Sebutan manusia sebagai makhluk hidup itu banyak jenis, sifat dan ragamnya, seperti manusia sebagai makhluk individu, social, religius, ekonomis, budaya, dan yang lainnya. Semua itu harus dapat dipenuhi oleh manusia secara menyeluruh dan bersamaan tanpa memperhitungkan situasi dan kondisi serta keterbatasan yang dimilikinya. Disinilah manusia perlu mengenal dan melaksanakan rasa kebersamaan, sehingga  seberapa berat masalah yang dihadapi akan terasa ringan. Dengan memahami dan mengamalkan ajaran Tat Twam Asi, manusia akan dapat merasakan berat dan ringan gan dalam hidup dan kehidupan ini se berdampingan adanya dan sulit dipisahkan keberadaannya. Dengan demikian maka dalam hidup ini kita hendaknya selalu saling tolong menolong, merasa senasib dan sepenanggungan.
Prilaku sebagai implementasi ajaran Tat Twam Asi jika diperinci ada tiga bentuk antara lain  :        
1)  Hormat dan Kasih kepada Keluarga
-          Hormat kepada Ibu Bapak
-Didalam keluarga ada orang tua dan keluarga. Kepada semua itulah harus hidup saling menghormati, sehingga tidak ada permusuhan satu sama lain. Semua pihak harus menjalankan kesusilaan yang dilandasi dengan Tat Twam Asi. Hormat kepada orang tua itu seperti mendengarkan nasehatnya, saling menyayangi dan sebagainya.
-          Cinta kepada saudara.
-Bangunlah sikap Tat Twam Asi diantara saudara. Ini penting supaya tercipta suasana damai diantara saudara. Bila ada masalah supaya diselesaikan dengan musyawarah, masing-masing pihak harus mampu mengendalikan diri, tidak terbius oleh kama negatif seperti Sad Ripu dan sebagainya. Waspadai pihak ketiga yang mencoba menggoda kerukunan bersaudara.
-
1)      Hormat kepada Guru dan Teman sekelas.
-          Hormat kepada Guru.
-Murid atau siswa harus hormat kepada orang tua (Guru Rupaka) juga kepada Guru Pengajian, karena merekalah yang mendidiknya agar dapat berkembang menjadi dewasa dalam berpikir, mengembangkan intelektualnya, memiliki rasa tanggung jawab, bermoral serta dapat berguna bagi nusa dan bangsa. Betapa hutang budhi yang dimiliki siswa yang tak mungkin bisa dibayar. Jasa Guru Pengajian amatlah besar, oleh karena itu rasa hormat kepada Guru sampai kapanpun perlu dipupuk. Tak dapat dibayangkan bagaimana jadinya seseorang jika tak berpendidikan. Oleh karena itu patuhi nasehat guru, rajin belajar dan jangan lupa segala bimbingannya.
-          Cinta kasih kepada teman. 
-Seseorang tidak bisa huidup dalam kesendiriannya, ia butuh teman dari seseorang. Untuk itu seseorang perlu mencari teman. Dengan berteman seseorang akan dapat menjadi orang. Ada ungkapan bahwa teman yang baik adalah teman yang ingat pada saat dirinya mengalami kesusahan. Pada saat bahagia datang atau tidak, tak menjadi masalah. Tapi saat menderita teman itu perlu ditengok. Bila perlu dibantu. Kapan lagi membantu kalau tidak saat kesusahan. Itulah tanda persahabatan yang baik. Oleh karena itu pupuklah persahabatan itu dengan baik, hindari permusuhan, dengan saling mencintai, saling mengasihi, saling menolong, saling tenggang rasa persahabatan menjadi kekal. Persahabatan yang kekal akan banyak memberi manfaat dalam kehidupan ini.

2)      Cinta Kasih kepada Lingkungan ( Binatang, Tumbuh-tumbuhan, Alam sekitar).
Disamping lingkungan harus bersih, juga harus menyayangi binatang piaraan dengan memberi makan dan minum. Lingkungan harus bersih baik di rumah maupun di sekolah karena sangat berpengaruh terhadap kesehatan kita. Tumbuh-tumbuhan mesti  ditata agar dapat membuat keindahan dan kesejukan. Perhatikan kelestarian lingkungan, karena lingkungan yang lestari dapat memberikan keindahan. Cintailah lingkungan karena banyak memberi manfaat kepada diri sendiri.

Bila ajaran Tat Twam Asi dapat diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari kepada umat manusia secara menyeluruh dan sungguh-sungguh, dalam sifat dan prilaku kita maka kehidupan ini akan menjadi harmonis. Satu dengan yang lainnya diantara kita dapat hidup saling menghormati, mengasihi dan damai.

Seperti disebutkan dalam tata susila Hindu bahwa yang menjadi dasar dan pedoman ajaran Tat Twam Asi diantaranya adalah :

1.      Memandang semua manusia sama

Didalam diri manusia ada dua sifat yang antagonis dan sangat kontradiktif yakni sifat kedewataan (daiwi sampat) yaitu sifat-sifat yang baik dan sifat-sfat keraksasaan, keangkara murkaan (asuri sampat) yaitu sifat-sifat buruk. Jika dalam kehidupan manusia ingin mendapatkan kedamaian hidup, maka usahakanlah terus untuk menumbuh kembangkan sifat-sifat kedewataan.

Didalam kitab Yajur Weda 40.7 disebutkan :
Seseorang yang menganggap seluruh umat manusia memiliki atman yang sama dan dapat melihat semua manusia sebgai saudaranya, orang tersebut tidak terikat dalam ikatan dan bebas dari kesedihan.

        Adapun yang tersirat dari mantra tersebut yaitu :
-          Atman di dalam diri manusia adalah sama. Atman adalah percikan terkecil dari Brahman dan Atman adalah bagian dari Brahman. Atma dan Brahman adalah satu kesatuan (Atman Brahman Aikyam). Dengan kata lain, bila dipandang atau dipahami dari sudut Atman, maka Aku adalah Atma, semua umat manusia adalah Atma. Atman itu satu, maka Aku satu dengan semua umat manusia. Jadi yang membedakan manusia satu dengan yang lain karena pikiran (manah) manusia.

-          Umat manusia di seluruh dunia ini adalah sebuah keluarga besar yang mempunyai keinginan hidup berdampingan secara damai di muka bumi.

2.      Melaksanakan Tri Kaya parisudha (tiga perilaku yang disucikan)
Tri  artinya tiga, Kaya artinya gerak, usaha dan Parisudha artinya suci atau kesucian. Jadi Tri Kaya Parisudha artinya tiga gerak perbuatan dan tingkah laku manusia yang harus disucikan dengan sebaik-baiknya, yaitu  :
1)   Manacika         : berpikir / pikiran yang baik dan suci.
2)   Wacika                        : berkata / perkataan yang baik dan benar
3)   Kayika             : berbuat / laksana yang baik dan jujur
Dengan adanya pikiran yang baik dan suci akan timbul perkataan yang baik. Dengan adanya pikiran dan perkataan yang baik dan suci akan terwujudlah perbuatan yang baik dan benar juga.
Maka dari itulah kita harus memupuk persatuan dan kesatuan pikiran, perkataan dan perbuatan yang baik dan suci berethika (bersusila).
     Dari Tri Kaya Parisudha timbullah sepuluh macam pengendalian diri yang disebut Karma Patha, yaitu terdiri dari  :
a)   Tiga macam berdasarkan pikiran
b)   Empat macam berdasarkan perkataan
c)   Tiga macam berdasarkan perbuatan/prilaku
Tiga macam yang berdasarkan pikiran yaitu  :
-          Tidak menginginkan dan tidak dengki terhadap milik orang lain.

Perbuatan ini dapat menimbulkan  kecendrungan yang negatif, seperti rasa iri. Hidup dalam keadaan iri akan membuat kita menderita. Sifat iri ini timbul karena kurang tumbuhnya rasa kasih sayang terhadap sesama. Pikiran akan menjadi suci (ning) bila tidak menginginkan milik orang lain serta tidak membenci milik orang lain.

-          Tidak berpikiran buruk  terhadap orang lain dan makhluk lain.
-Semua makhluk hidup berasal dari atma yang sama, yaitu Ida Sang Hyang Widhi. Beliau menakdirkan, ada makhluk yang bernasib baik dan ada  yang bernasib buruk sesuai karmanya masing-masing. Orang yang hidup sehat dan berumur panjang  salah satu penyebabnya karena ia menumbuhkan  rasa cinta kasih kepada semua makhluk.

-          Tidak mengingkari adanya hukum karmaphala
-Hal ini sangat penting untuk dipahami dan dihayati, siapa yang berbuat baik akan mendapat pahala yang baik dan siapa yang berbuat buruk sudah dapat dipastikan akan mendapatkan hasil yang buruk. Harus kita yakini benar kesungguhan hukum Tuhan tersebut. Meskipun kita melihat orang berbuat buruk pada saat ini dan kenyataannya ia bernasib baik, itupun karena hukum karmaphala juga. Nasib baik yang ia terima saat ini pasti karena perbuatan baik sebelumnya yang ia lakukan. Sedangkan perbuatan buruk yang dilakukan saat ini sudah pasti akibatnya akan diterima kelak, entah kapan. Orang yang selalu berusaha mengendalikan  pikiran dan diarahkan pada niat suci akan jarang mendapat persoalan sulit dalam kehidupannya di masyarakat.
-Memang telah menjadi kenyataan apabila perhatian benar-benar segala perbuatan manusia di dunia ini berpangkal pada pikiran. Pikiranlah yang merupakan pangkal segala perbuatan. Pikiran yang baik akan menimbulkan perbuatan baik dan pikiran yang tak baik akan menimbulkan perbuatan yang tak baik pula. Oleh karena itu kita wajib berusaha selalu mengontrol dan mengendalikan jalan pikiran kita agar tidak bergerak kearah yang tidak baik. Kalau sifat dengki, loba, irihati, marah dan nafsu-nafsu yang rendah timbul dari pikiran yang tak terkontrol dan tidak terkendalikan. Seperti disebutkan dalam kitab Sarasamuscaya seperti berikut ini  :
-
-“Apan ikang manah ngaranya ya ika witning indriya,
maprawreti ta ya ring Çubhãçubha karma,
matangnyan ikang manah juga prihen kakretannya sakareng”
                                                                        (Sarasamuscaya,VII,86).
                        Maksudnya  :
            Oleh karena pikiran itu merupakan asal nafsu dan asal mulanya perbuatan yang baik maupun yang buruk, maka dari itu usahakanlah pengendalian pikiran itu dari sekarang juga. Jadi singkatnya pengendalian pikiran dan nafsu itulah factor terpenting didalam kehidupan manusia.

Empat macam berdasarkan perkataan, yaitu  :
-          Tidak suka mencaci maki / berkata jahat (Ujar ahala).
-Mencaci maki atau berkata jahat yang terucap akan dapat mencemarkan vibrasi kesucian. Karena dalam kata-kata yang jahat terdapat gelombang yang mengganggu keseimbangan vibrasi kesucian.

-          Tidak berkata kasar (Ujar aprgas).
-Kata-kata kasar sangat menyakitkan bagi yang mendengarkan. Perlu diperhatikan, meskipun niat baik, jika diucapkan dengan kata-kata yang kasar maka niat baik itu akan turun nilainya/menjadi tidak baik. Bagi yang mempunyai kebiasaan berkata kasar, berjuanglah untuk merubahnya.

-          Tidak memfitnah (Rajapisuna).                
-Ada pepatah mengatakan fitnah itu lebih kejam dari pembunuhan. Dalam persaingan hidup, orang sering melakukan persaingan dengan cara memfitnah agar lawan dengan mudah dikalahkan. Kalau tidak mampu  berbuat lebih dari kenyataan maka fitnahpun akan untuk senjata agar kelihatan lebih dari yang lain. Cegahlah lidah agar tidak mengucapkan kata-kata fitnah.
-          Tidak ingkar pada janji dan ucapan.
-Berbohong sering dilakukan untuk menutupi kekurangan diri. Agar kelihatan lebih dari orang lain berbohongpun sering dilakukan. Menghilangkan kebiasaan berbohong ini haruslah dibiasakan untuk rela menerima apa adanya sesuai dengan karma kita.
-     
Demikianlah empat hal yang harus dibiasakan agar tidak keluar dari lidah kita kata-kata yang tidak baik atau menyakitkan. Kata-kata ibarat pisau bermata dua, di satu pihak bisa mendatangkan kebahagiaan dan di lain pihak bisa mendatangkan penderitaan bahkan kematian, seperti termuat dalam kitab Nitisastra berikut ini  :
      “Wasita nimitanta manemu laksmi,
        Wasita nimitanta pati kapangguh,
        Wasita nimitanta manemu duhka,
        Wasita nimitanta manemu mitra”
                                                      (Nitiswastra,V.3)
Maksudnya  :
Oleh perkataan engkau akan mendapatkan bahagia,
Oleh perkataan engkau akan menemui ajalmu,
Oleh perkataan engkau akan mendapatkan kesusahan, dan
Oleh perkataan engkau akan mendapatkan sahabat.

Tiga macam pengendalian yang berdasarkan perbuatan, yaitu  :
-          Tidak menyakiti atau tidak membunuh makhluk lain (Ahimsa).
-Pada umumnya ahimsa diartikan tidak boleh membunuh atau tidak menyakiti secara fisik, tetapi bila segala prilaku itu menyebabkan orang lain sakit hatinya juga tergolong perbuatan himsa. Ahimsa tergolong sifat-sifat kedewataan (Daiwi Sampad). Orang yang berhasil menumbuhkembangkan sifat-sifat kedewataan akan lebih mudah meraih karunia dari Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Dengan terpeliharanya ajaran ahimsa berarti tidak ada kekerasan dalam kehidupan bersama di dunia ini. Hakikat dari manusia hidup di dunia ini adalah bersaudara.

-          Tidak mencuri, merampok, mengambil hak orang lain secara tidak sah.
-Intinya seseorang tidak terlalu terikat oleh benda-benda duniawi, serta senang melakukan amal. Jika kesucian perbuatan tidak dijaga akan berakibat terjadinya pemaksaan terhadap oaring lain yang berimbas kepada tidak adanya hubungan yang harmonis sehingga tidak akan tercapai kedamaian di hati, kedamaian di bumi dan kedamaian di akhirat.

-          Tidak berzinah.
-Berzinah merupakan perbuatan yang sangat hina dan terkutuk. Perbuatan ini harus dikendalikan karena bisa menimbulkan kemerosotan moral. Berzinah artinya sikap suka memperkosa wanita atau istri orang lain. Larangan melakukan zinah itu memang wajar, karena jika dibiarkan maka kemerosotan moral akan makin memuncak. Banyak terjadi pelacuran atau tuna susila maka kehidupan kita sebagai manusia yang menjunjung tinggi budaya dan agama menjadi hancur. Adapun yang termasuk perbuatan berzinah (paradara) adalah :
·         Mengadakan hubungan kelamin dengan suami/istri orang lain
·         Mengadakan hubungan kelamin (sex) antara pria dan wanita dengan jalan tidak sah
·         Mengadakan hubungan kelamin dengan paksa artinya tidak atas dasar cinta sama cinta (perkosaan)
·         Mengadakan hubungan kelamin atau sex yang dilarang oleh agama.

Hal ini sangat ditentukan oleh proses berpikir seseorang. Artinya bila pikirannya dilandasi oleh niat yang baik, itikad yang baik, maka seseorang akan mampu mengendali-kan indrianya dan akan menyebabkan orang lain senang dan bahagia, seperti diuraikan dalam kitab Sarasamuscaya, berikut ini  :
“Nihan yan tan ulahakena, syamatimati mangahalahal, siparadara,
  nahan tan telu ulahakena ring asing ring parihasa, ring apatkala,
  ri pangipyan tuwi singgahana jugeka.”
                                                                        (Sarasamuscaya,76).
Maksudnya  :
Inilah yang tidak patut dilakukan : membunuh, mencuri, berbuat zinah, ketiganya itu jangan hendaknya dilakukan terhadap siapapun, baik secara berolok-olok, bersendagurau, baik dalam keadaan dirundung malang, keadaan darurat dalam khayalan sekalipun, hendaknya dihindari saja ketiganya itu.
Didalam ajaran agama Hindu ditandaskan bahwa segala perbuatan baik ataupun buruk yang dilakukan oleh manusia walaupun hanya baru dalam angan-angan saja, pasti akan berpahala. Dalam pribahasa dikatakan :  “Ala ulah, ala tinemu, ayu kinardi, ayu pinanggih.”  
Yang artinya apapun yang kita perbuat begitulah hasilnya. Buruk dibuat buruk hasilnya. Baik dibuat pasti baik hasilnya. Sebagaimana halnya kita menanam bibit padi pastilah padi (beras) hasilnya tidak mungkin orang menanam bibit padi akan menghasilkan jagung atau ketela.
           
Demikianlah, maka kesimpulannya bahwa barang siapa yang menjunjung tinggi  dan melaksanakan ajaran Tri Kaya Parisudha dengan sungguh-sungguh akhirnya ia pasti akan berhasil mencapai kesempurnaan yang tertinggi.
3.      Merasakan penderitaan orang lain
Ukuran rasa kemanusiaan seseorang adalah apabila dia dapat merasakan penderitaan orang lain sebagai penderitaannya. Karena dirasakan sebagai penderitaannya maka ia sendiri akan ikut aktif menanggulangi penderitaan orang lain. Ikut serta menanggulangi penderitaan orang lain adalah sesuai dengan kemampuan dan swadharma masing-masing.

Dalam system kehidupan yang modern dewasa ini sesungguhnya banyak pihak yang mendapat kesempatan untuk mengamalkan rasa kemanusiaannya. Sayang kebanyakan orang tidak menggunakan kesempatan ini untuk mengamalkan rasa kemanusiaannya. Justru penderitaan orang lain sering dijadikan ajang untuk mencari keuntungan guna memperkaya diri sendiri.
     
4.  Catur  Paramita.
Agama Hindu inti ajarannya terdiri dari Tattwa/filsafat, Susila/ethika dan Upacara/ritual, yang dikenal dengan Tri Kerangka Dasar Agama Hindu. Tattwa, Susila dan Upacara dalam prak-tek kehidupan sehari-hari umat hendaknya selalu dalam keseimbangan. Melaksanakan upacara guna memuja Tuhan beserta manifestasinya hendaknya dilengkapi dengan melaksanakan susila dan upacara. Demikian juga dalam mengamalkan ajaran susila guna mencapai kedamaian hidup ini hendaknya dilengkapi dengan memahami dan mempraktekkan ajaran tattwa dan upacara.
Maka dari itu umat Hindu hendaknya merasa berkewajiban untuk berbuat yang selalu dipedomani dengan susila, guna menegakkan peradaban hidup manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang termulia, Kepribadian hidup manusia yang sejati akan tercermin dalam susila / ethika keseharian manusia yang bersangkutan. Bila manusia dalam hidup dan kehidupannya selalu mencerminkan dan mengamalkan perbuatannya yang baik dan utama, itu berarti yang bersangkutan telah mengamalkan ajaran Catur Paramita, karena Catur Paramita merupakan salah satu dari landasan atau pedoman untuk melaksanakan ajaran susila dalam agama Hindu.
Istilah Catur Paramita berasal dari bahasa Sanskerta, yaitu dari kata “Catur” yang berarti empat dan “Paramita” berarti sifat dan sikap utama. Catur Paramita berarti empat macam sifat dan sikap utama yang patut dijadikan landasan bersusila.  Catur Paramita adalah empat sifat yang harus kita amalkan dalam kehidupan sehari-hari. Catur Paramita merupakan salah satu dari landasan atau pedoman untuk melaksanakan ajaran suaila atau ethika dalam ajaran agama Hindu.
            Adapun bagian-bagian Catur Paramita yang dimaksud adalah  :
1)         M a i t r i        
Kata Maitri dalam kamus Sanskerta Indonesia berarti kehendak baik, persahabatan dan hubungan karib, senang mencari kawan dan bergaul, yakni tahu menempatkan diri dalam masyarakat, ramah tamah, serta manarik hati segala prilakunya sehingga menyanangkan orang lain dan diri pribadinya. Bila dihayati lebih mendalam maitri itu dimaksudkan sebagai persahabatan dan persaudaraan berdasarkan kepada kehendak yang baik terhadap semua makhluk ciptaan Tuhan. Tanpa persahabatan manusia tak punya teman. Tanpa teman manusia tak dapat menempuh kehidupan dengan baik, sebaliknya manusia tak akan bisa hidup sendiri. Persahabatan itu perlu dilandasi rasa persaudaraan karena pada dasarnya kita semua sebagai makhluk hidup ini berasal dari yang satu yaitu Sang Hyang widhi Wasa. Persahabatan dan persaudaraan yang dilandasi dengan kesadaran dimaksud, akan dapat melahirkan keharmonisan dalam hidup ini.
2)         K a r u n a
            Kata Karuna dalam kamus Sanskerta artinya adalah sedih, muram, terharu. Dalam buku-buku Hindu diartikan belas kasihan, maksudnya adalah selalu memupuk rasa kasih sayang terhadap semua makhluk. Apabila pengertian Karuna itu diartikan secara mendalam berarti rasa sedih, muram dan terharu, erat kaitannya dengan apa yang diderita oleh seorang teman sebagai kesusahan. Sebagai teman, ikut merasakan penderitaan teman lalu berniat menolongnya. Karena perasaan hati yang tersentuh itulah kita mau menolongnya sebagai perwujudan Karuna.
3)         M u d i t a
            Kata Mudita artinya selalu memperlihatkan wajah riang gembira, yakni penuh simpatik terhadap yang baik serta sopan santun, ikut merasa bahagia atas kebahagiaan orang lain.
Mudita adalah rasa kemanusiaan yang lahir dari perasaan yang sama, sehingg merasa dekat, bersaudara, sehingga timbul rasa saling kasih mengasihi dan sayang menyayangi.
4)         U p e k s a
            Kata Upeksa berarti tidak hirau, acuh tak acuh, keadaan bathin seseorang yang tak dapat dipengaruhi benda-benda lahiriah sehingga pikirannya dapat terpusatkan. Bila pengertian Upeksa dihayati secara mendalam, adalah merupakan bentuk bathin seseorang yang tidak pamrih. Tidak pamrih disini adalah tidak ingin mendapat balasan, pujian, penghormatan, apalagi yang berbentuk harta benda. Pengamalan Upeksa dalam kehidupan sehari-hari tampak sikap keseimbangan bathin yang dimiliki, tidak terpengaruh, juga tidak memihak dan mengganggu orang lain, senantiasa mengalah demi kebaikan, walalupun disinggung perasaannya oleh orang lain., ia tetap tenang dan selalu berusaha membalas kejahatan dengan kebaikan.
Manfaat pelaksanaan Catur Paramita dalam kehidupan sehari-hari adalah  :
1.      Manfaat pelaksanaan Maitri
a. Tercipta kehidpan yang dari persahabatan dan persaudaraan antar sesama makhluk hidup.
b. Terciptanya kehidupan saling tolong menolong dalam suka dan duka.
c. Manusia dituntut untuk selalu berbuat baik terhadap semua makhluk ciptaan Tuhan

2.      Manfaat pelaksanaan Karuna 
a. Menumbuhkan rasa belas kasihan atas penderitaan sesama manusia.
b. Memupuk rasa toleransi terhadap semua makhluk ciptaan Tuhan.
c. Menuntun manusia untuk hidup saling menolong dalam suka dan duka

3.      Manfaat pelaksanaan Mudita
a. Menumbuhkan rasa ikut mensyukuri kebahagiaan orang lain.
b.Menumbuhkan rasa ikut menikmati kebahagiaan maupun kedudukan orang lain.
c.Menuntun manusia untuk hidup saling simpati dan toleransi dengan sesama.

4.      Manfaat pelaksanaan Upeksa
a.Menumbuhkan rasa rasa bathin tidak terikat akan untung dan rugi, pujian dan cemohan.
b.Menumbuhkan rasa tidak terikat, rasa pembalasan untuk penghormatan  apalagi berbentuk harta benda.
c.Menuntun manusia untuk tidak berbuat diluar Tri Kaya Parisudha.

Guna lebih mudah memahami ajaran Catur Paramita, dibawah ini disajikan beberapa bentuk larangan-larangan yang pantang dilaksanakan oleh umat manusia sebagai berikut  :
1.      Untuk dapat berbuat  M a i t r i, maka kita jangan melakukan atau berbuat bencana yang bersifat maut (Anta Kabhaya) atau jangan membenci.

2.      Untuk dapat berbuat  K a r u n a, maka pantang melakukan perbuatan yang menyebabkan terjadinya penderitaan, tersiksa, kesengsaraan atau jangan bengis

3.      Untuk dapat berbuat  M u d i t a, maka jangan melakukan perbuatan yang dapat menyebabkan  orang lain susah, atau jangan memiliki rasa iri hati kepada orang lain.

4.      Untuk dapat berbuat  U p e k s a, maka pantang menghina orang lain, memandang rendah orang lain, menindas orang lain, atau selalu dapat berusaha mengendalikan dorongan hawa nafsu jahat.

Demikianlah ajaran Catur Paramita patut kita upayakan merealisasikan dalam hidup dan kehidupan ini. Dengan demikian diantara kita sesama makhluk ciptaan-Nya dapat hidup ber-dampingan, serasi, selaras, harmonis dan damai. Ajaran Catur Paramita sebagai implementasi dari ajaran Tat Twam Asi patut dijadikan pedoman untuk mewujudkan kehidupan yang sempurna.

5.      Tri Parartha
    
    Kata Tri Parartha berasal dari bahasa Sanskerta, yaitu dari kata “Tri” yang berarti tiga, dan “Parartha” berarti kebahagiaan, kesejahteraan, keselamatan. Dalam hal ini Tri Parartha berarti tiga cara yang menyebabkan terwujudnya kebahagiaan, kesejahteraan dan keselamatan hidup umat manusia. Keselamatan, kesejahteraan dan kebahagiaan adalah merupakan kebutuhan hidup manusia yang mesti dinikmati dalam hidup dan kehidupannya. Tanpa keselamatan umat manusia tidak akan dapat berbuat untuk mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan dalam hidup dan kehidupan ini. Berdasarkan ajaran agama Hindu, untuk mewujudkan kesejahteraann dan kebahagiaan hidup baik di dunia maupun akhirat dapat dicapai  dengan jalan mengamalkan ajaran Tri Parartha.
     
      Adapun ajaran Tri Parartha yang dimaksud dapat mengantarkan umat manusia mencapai keselamatan dan kesejahteraan serta kebahagiaan hidupnya baik lahir  maupun  bathin, terdiri dari   :
a)   A s i h
      Asih artinya cinta kasih yaitu menyayangi dan mengasihi sesama makhluk sebagaimana mengasihi diri sendiri.  Dalam hidup ini kita harus saling asah (saling menghargai), saling asih (saling mencintai), dan saling asuh (saling menghormati). Tujuannya agar terwujud kedamaian, kerukunan dan keharmonisan dalam hidup ini. Walaupun manusia dikatakan makhluk yang paling sempurna diantara makhluk lainnya, namun kita tidak boleh sombong, merasa lebih tinggi dan juga tidak boleh berlaku sewenang-wenang. Namun sebaliknya harus merawat, memelihara dan menjaga kelestariannya dengan penuh rasa kasih sayang. Demikian juga dengan sesama manusia agar hidup kita menjadi damai.
Hidup saling mengasihi diantara kita adalah merupakan prilaku umat manusia utama yang dapat mengantarkan tercapainya kebahagiaan  yang abadi yang disebut moksa.
b)   P u n i a
      Punia artinya dermawan, tulus ikhlas yaitu perwujudan cinta kasih dengan wujud saling menolong dengan memberikan sesuatu atau artha yang dimiliki secara ikhlas dan berguna bagi yang menerima.
                  Ajaran berdana punia yang didasari dengan rasa bhakti dan rasa cinta kasih mempunyai suatu manfaat yang amat penting dalam hidup dan kehidupan ini dan semuanya itu hendaknya diwujud-nyatakan sebagai amal dan ibadah (yajňa karma).
      Dalam hidup ini kita wajib memupuk rasa simpati. Kita hendaknya dapat merasakan apa yang dirasakan orang lain. Disekitar kita tentunya banyak orang yang bernasib kurang baik, mereka perlu dikasihi dan diperhatikan oleh orang yang lebih mampu. Kita wajib menolong mereka sebatas kemampuan. Pertolongan atau pemberian tersebut harus dilandasi oleh hati yang suci dan tulus ikhlas.
                  Agama Hindu mengajarkan bahwa sebagai manusia harus melakukan dana punia. Walaupun pemberian itu kecil tapi bila diberikan dengan hati suci dan ikhlas maka pemberian itu akan membawa kebaikan yang tak ternilai. Contohnya seperti pohon beringin. Walaupun bijinya kecil bila ditanam dan dirawat dengan baik akan tumbuh menjadi besar dan menjadi tempat berteduh bagi yang lewat dibawahnya dikala hujan maupun terik.
Yang penting pemberian itu diberikan dengan tulus ikhlas pada waktu yang tepat dan kepada orang yang tepat tanpa mengharapkan balasan.
      Beberapa contoh perbuatan dan pelaksanaan punia lainnya, yaitu  :
      1)         Memberi pertolongan dan bantuan kepada mereka yang kena bencana alam.
      2)         Menolong teman yang kurang mampu.
      3)         Menyumbang kepada fakir miskin.
      4)         Menghaturkan yadnya yang dipersembahkan kepada Sang Hyang Widhi, para Rsi,Leluhur            dan Bhutakala.
c)   Bhakti

Bhakti artinya hormat, sujud  yaitu merupakan perwujudan hati nurani berupa cinta kasih dan sujud bhakti kepada Ida Sang Hyang Widhi, orang tua, Guru dan Pemerintah. Dalam sejarah agama Hindu disebutkan salah satu jalan untuk berhubungan dengan Sang Hyang Widhi Wasa adalah dengan jalan Bhakti Marga yaitu dengan jalan sujud bhakti kepada-Nya. Sang Hyang Widhi adalah segalanya bagi kehidupan manusia dan makhluk lainnya.

Semua makhluk dapat menikmati kehidupan, karena  kasih sayang dari Sang Hyang Widhi. Sang Hyang Widhi menyediakan apa yang menjadi kebutuhan manusia, sehingga manusia dapat hidup nyaman. Menyadari hal itu kita harus sujud bhakti kepada-Nya sebagai ungkapan rasa  terima kasih atas rahmatnya dan memohon agar selalu diberi keselamatan. Disamping itu bhakti juga ditujukan kepada orang tua karena atas jasanya dalam melahirkan, membesarkan mendidik dan mengupacarakan. Juga kepada Guru yang memberikan pengetahuan, dengan berbhakti kepada Pemerintah untuk mewujudkan ketertiban baerbangsa dan bernegara.
Contoh perbuatan bhakti dalam kehidupan sehari-hari  :
1. Sujud bhakti kepada Sang Hyang Widhi  
      a.  Melakukan Tri Sandhya
      b.  Sembahyang pada hari-hari tertentu, seperti pada hari Purnama dan Tilem.
      c.  Melakukan Tirtha Yatra.
      d.  Memelihara kesucian tempat suci
      e.  Mengamalkan ajaran agama
2.   Bhakti kepada orang tua
            a.  Patuh kepada nasehatnya
            b.  Meringankan pekerjaannya
           c.  Menjamin kehidupannya dihari tua

3.      Bhakti kepada Guru
           a.  Mempelajari dengan tekun pelajaran yang diberikan oleh Guru
           b.  Hormat kepada Guru
           c.  Taat pada tata tertib sekolah

4.      Bhakti kepada Pemerintah
          a.  Menghormati pemerintah
        b.  Mentaati peraturan dan perundangan yang berlaku

Demikianlah ajaran Tri Parartha penting untuk dipahami dan diterapkan dalam kehidupan sebagai implementasi dari ajaran Tat Twam Asi patut dijadikan pedoman untuk mewujudkan kehidupan yang sempurna. Dengan demikian diantara kita sesama makhluk ciptaan-Nya dapat hidup berdampingan,serasi, selaras, harmonis dan damai.
Tujuan pokok dari ajaran Tri Parartha adalah menumbuhkan sikap mental masing-masing pribadi umat manusia, mewujudkan ajaran wairagya (tidak terikat akan pengaruh benda-benda duniawi/lahiriah) yang dapat memuaskan indria/nafsu belaka manusia secara pribadi.

Adapun penyebab kemorosotan moral yaitu
1.      Kurang tertanamnya jiwa agama pada setiap individu yang ada dalam masyarakat
2.      Keadaan masyarakat yang kurang stabil, baik dalam bidang pendidikan, ekonomi, social,politik dan keamanan
3.      Pendidikan moral belum terlaksana sebagaimana mestinya, baik di lingkungan sekolah, masyarakat, maupun di tingkat rumah tangga.
4.      Situasi dan kondisi rumah tangga yang kurang stabil/baik
5.      Diperkenalkannya secara popular obat-obatan dan sarana anti hamil
6.      Banyaknya tulisan-tulisan, gambar-gambar, siaran-siaran, kesenian-kesenian yang kurang mengindahkan dasar-dasar, norma-norma/aturan tentang tuntunan moral
7. Kurang adanya individu/organisasi/lembaga yang memfasilitasi tempat-tempat bimbingan dan penyuluhan moral bagi anak-anak/remaja yang menganggur.

Selasa, 23 September 2014

CATUR MARGA YOGA

Kompetensi Inti
 KI 1: Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya.
 KI 2Mengembangkan perilaku (jujur, disiplin, tanggungjawab, pedulisantun, ramah lingkungan,  gotong royong, kerjasama, cinta damai, responsif dan pro-aktifdan menunjukan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan bangsa dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia.
 KI 3: Memahami dan menerapkan pengetahuan faktual, konseptual, prosedural dalam ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan,  kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah.
 KI 4: Mengolah,  menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak  terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, dan mampu menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan.
Kompetensi Dasar
1.1  Membiasakan mengucapkan salam agama Hindu
1.2  Membiasakan mengucapkan dainika upasana (doa sehari-hari).
2.1 Toleran terhadap sesama, keluarga, dan lingkungan dengan cara menyayangi ciptaan Sang Hyang Widhi (Ahimsa).
2.2 Berperilaku jujur (Satya), menghargai dan menghormati  (Tat Tvam Asi) makhluk ciptaan Sang Hyang Widhi
3.1 Memahami ajaran Catur Marga sebagai jalan berhubungan dengan Sang Hyang Widhi
4.3 Mempraktikan sikap melaksanakan Catur Marga

Indicator

1.      Menjelaskan pengertian catur marga yoga
2.      Menyebutkan bagian-bagian catur marga yoga
3.      Menjelaskan pengertian bhakti marga yoga, karma marga yoga, jnana marga yoga, dan raja marga yoga
4.      Menyebutkan bagian-bagian astangga yoga

  1. CATUR MARGA YOGA

1.      Pengertian ajaran Catur Marga
Kata catur marga yoga berasal dari kata catur berarti empat. Marga berarti jalan dan yoga berarti penyatuan dengan Brahman. Jadi catur marga adalah empat jalan atau cara umat Hindu untuk menghormati dan menuju ke jalan Tuhan Yang Maha Esa atau Ida Sang Hyang Widhi Wasa.Catur marga juga sering disebut dengan catur marga yoga. Sumber ajaran catur marga adadiajarkan dalam pustaka suci Bhagawadgita, terutama pada trayodhyaya tentang karma yogamarga

  1.  Bagian-bagiannya yaitu :

1.      Bhakti marga yoga

Adalah proses atau cara mempersatukan atman dengan Brahman dengan berlandaskan atas dasar cinta kasih yang mendalam kepada Ida Sang Hyang Widhi dan segala ciptaan-Nya. Kata bhakti berarti hormat, taat, sujud, menyembah, mempersembahkan, cintah kasih penyerahan diri seutuhnya pada Sang pencipta.

Seorang Bhakta (orang yang menjalani Bhakti marga) dengan sujud dan cinta, menyembah dan berdoa dengan pasrah mempersembahkan jiwa raganya sebagai yadnya kepada Sang Hyang Widhi. Cinta kasih yang mendalam adalah suatu cinta kasih yang bersifat umum dan mendalam yang disebut maitri. Semangat tat twam asi sangat subur dalam hati sanubarinya.

Cinta bhaktinya kepada Hyang Widhi yang sangat mendalam, itu juga dipancarkan kepada semua makhluk baik manusia binatang juga tumbuh-tumbuhan. Dalam doanya selalu menggunakan pernyataan cinta dan kasih sayang dan memohon kepada Hyang Widhi agar semua makhluk tanpa kecuali selalu berbahagia dan selalu mendapat anugrah termulia dari Hyang Widhi. Jadi untuk lebih jelasnya seorang bhakta akan selalu berusaha melenyapkan kebenciannya kepada semua makhluk sebaliknya ia selalu berusaha memupuk dan mengembangkan sifat-sifat maitri, karuna, mudita dan upeksa (catur paramita).

Di dalam kitab suci Veda kita jumpai beberapa mantra tentang Bhakti salah satunya adalah:
Arcata prarcata priyam edhaso Arcata, arcantu putraka uta puram na dhrsnvarcata
Rgveda VIII.69.8)
(pujalah, pujalah Dia sepenuh hati, Oh cendekiawan, Pujalah Dia. Semogalah semua anak- anak ikut memuja- Nya, teguhlah hati seperti kukuhnya candi dari batu karang untuk memuja keagungan- Nya).

Terhadap landasan filosofis ajaran Bhakti diatas, Drs. I Gusti Made Ngurah dkk menyatakan pendapatnya: “… bhakti adalah perwujudan cinta yang tulus kepada Tuhan, mengapa harus berbhakti kepada Tuhan karena  Tuhan menciptakan alam semesta dengan segala isinya berdasarkan Yajnya.” (Ngurah, 2006 : 80)

 Sikap yang paling sederhana dalam kehidupan beragama adalah cinta kasih dan pengabdian yang tulus. Tuhan dipandang sebagai yang paling disayangi, sebagai ibu, bapak, teman, saudara, sebagai orangtua, sebagai tamu, dan sebagai seorang anak.  

Pada umumnya kita mengenal dua bentuk bhakti yaitu bentuk Aparabhakti dan parabhakti.
A.    Apara  bhakti artinya tidak utama; jadi apara bhakti artinya cara berbhakti kepada Hyang Widhi yang tidak utama. Apara bhakti dilaksanakan oleh bhakta yang tingkat inteligensi dan kesadaran rohaninya kurang atau sedang-sedang saja.
Aparabhakti, yaitu pemujaan atau persembahan dan kebaktian dengan berbagai permohonan dan permohonan itu adalah wajar mengingat keterbatasan pengetahuan kita tentang hakekat bhakti.

B.     Para artinya utama; jadi para bhakti artinya cara berbhakti kepada Hyang Widhi yang utama. Para bhakti dilaksanakan oleh bhakta yang tingkat inteligensi dan kesadaran rohaninya tinggi
Parabhakti adalah bhakti berupa penyerahan diri yang setulusnya. Penyerahan diri kepada- Nya bukanlah dalam pengertian pasif tidak mau melakukan berbagai aktivitas, tetapi aktif dan dengan keyakinan bahwa bila bekerja dengan baik dan tulus maka akan memperoleh pahala yang baik pula.  Kita tidak boleh mendoakan seseorang untuk memperoleh kecelakaan dan sejenisnya.

 Drs. I Gusti Made Ngurah dkk berpendapat : ”… Seperti yang disampaikan bahwa Tuhan yang Maha Esa adalah ibu dan bapa kita , seperti kita meminta sesuatu pada kedua orangtua kita tidak semua permintaan dapat terpenuhi. Demikianlah bila kita memohon kepada Tuhan Yang Maha Esa. Sesungguhnya kita sering mendapat karunia- Nya berupa kesejahteraan, kegembiraan atau kebahagiaan, tetapi bila kita lalai, maka sekali waktu cobaan dan penderitaan yang kita terima. Walaupun itu cobaan dan penderitaan, itupun sesungguhnya sebuah karunia, kita harus mensyukuri agar kita segera mawas diri, memperbaiki kesalahan atau kelalaian kita.” (Ngurah, 2006 : 83) 

Dalam meningkatkan kualitas bhakti kita kepada sang Hyang Widi ada beberapa jenis bentuk bhakti yang disebut Bhavabhakti, sebagai berikut:
a.              Santabhava, yaitu sikap bhakti seperti bhakti atau hormat seorang anak terhadap ibu dan bapaknya.
b.               Sakhyabava, yaitu bentuk bhakti yang meyakini Hyang Widi, manifestasiNya, Istadevata atau Avatara- Nya sebagai sahabat yang sangat akrab dan selalu memberikan perlindungan dari pertolongan pada saat yang diperlukan. 
c.               Dasyabhava, yaitu bhakti atau pelayanan kepada Tuhan Yang Maha Esa seperti sikap seorang hamba kepada majikannya.
d.              Vatsalyabhava, yaitu sikap bhakti seorang penyembah memandang Tuhan Yang Maha Esa seperti anaknya sendiri.
e.                 Kantabhava, yaitu sikap bhakti seorang istri terhadap suami tercinta.
f.               Maduryabhava, yaitu bentuk bhakti sebagai cinta yang amat mendalam dan tulus dari seorang bhakta kepada Tuhan Yang Maha Esa. Secara lahiriah bentuk- bentuk di Indonesia sama halnya dengan di India, umat mewujudkannya melalui pembangunan berbagai Pura ( mandir), mempersembahkan berbagai sesaji (naivedya), mempersembahkan kidung (bhajan), gamelan, tari- tarian, dan sebagainya.

Cirri-ciri seorang Bhakti Marga yaitu :
a.       Keinginan untuk berkorban
b.      Keinginan untuk bertemu

Tuhan senang bila engkau menolong dan melayani sesama manusia (pengabdian / dharmabakti). Kitab-kitab suci telah menetapkan 9 jalan bhakti, yaitu :
-    Mendengarkan kisah-kisah Tuhan (shravanam)
-    Menyanyikan kemuliaan Tuhan (kirtanam)
-    Mengingat Nama-Nama Tuhan ( Vishnusmaranam)
-    Melayani kaki Tuhan yang suci (padasevanam)
-    Pemujaan (archanam)
-    Sembah sujud (vandanam)
-   Pengabdian (dasyam)
-    Persahabatan (sneham)
-    Pasrah / penyerahan diri kepada Tuhan sepenuhnya (atmanivedanam)

2.      Karma marga yoga

Adalah jalan atau usaha untuk mencapai kesempurnaan atau moksa dengan karma atau perbuatan yang baik tanpa pamrih. Dalam Bhagawadgita. III.19 dinyatakan sebagai berikut :
Tasmad asaktah satatam karyam karma samacara, asakto hy acaran karma, param apnoti purusah
Artinya :
Oleh karena itu, laksanakanlah segala kerja sebagai kewajiban tanpa terikat pada hasilnya, sebab dengan melakukan kegiatan kerja yang bebas dari keterikatan, orang itu sesungguhnya akan mencapai yang utama.

Sebab pada hakekatnya bekerja atau melayani orang atau makhluk lain secara hakekat adalah karma baik untuk diri sendiri. Adalah lebih baik dapat menolong/melayani dari pada ditolong/dilayani.
           
            Bhagawadgita III.8 menegaskan sebagai berikut :
Niyatam kuru karma twam karma jyayo hyakarmanah sarira-yatrapi ca ten a prasidhyed akarmanah.
Artinya :

Bekerjalah seperti yang telah ditentukan sebab berbuat lebih baik daripada tidak berbuat dan bahkan tubuhpun tidak akan berhasil terpelihara tanpa berkarya.

Dalam hubungan ini renungkalah cerita berikut :
Pada suatu hari Devi Laksmi mengadakan sayembara, dimana beliau akan memilih suami. Semua Dewa dan para Danawa dating berduyun-duyun dengan harapan dapat terpilih. Devi Laksmi belum mengumumkan janjinga, kemudian datanglah beliau dihadapan pelamarnya dan berkata demikian : saya akan mengalungkan bunga kepada perya yang tidak menginginkan diri saya. Tetapi mereka yang datang itu semua lobha, maka mulailah Devi Laksmi mencari Dewa yang tiada berkeinginan, untuk dikalungi. Terlihatlah oleh Devi Laksmi wujudnya Dewa Wisnu dengan tenangnya di atas ular Sesa yang sedang melingkar. Kalung perkawinan kemudian diletakkan dileherNya dan sampai kinilah dapat kita lihat simbolis Devi Laksmi berada di samping kaki Dewa Wisnu.

Dari cerita di atas dapat dikemukakan bahwa orang yang hanya mengharapkan hasil dari kerjanya, akan menjadi kecewa dan putus asa bila hasil itu belum datang dan menyebabkan kerjanya menjadi tidak maksimal, walaupun sesungguhnya hasil itu pasti datang hanya saja waktunya bisa prarabda atau kryamana. Tetapi bagi karma yogin walaupun ia berbuat sedikit, dilakukannya dengan senang hati dan merupakan kewajiban, serta tanpa pamrih, ia akan mendapatkan hasil yang tidak ternilai. Maka itu ajaran suci selalu menyarankan kepada umatnya agar menjadi seorang karma yogi yang selalu mendambakan pedoman rame inggawe sepi ing pamrih (Banyak bekerja tanpa mengharapkan hasil)

Karma Marga Yoga menekankan kerja sebagai bentuk pengabdian dan bentuk pengabdian dan bhakti kepada Tuhan Yang Maha Esa. Ajaran karma Yoga merupakan etos kerja atau budaya kerja bagi umat Hindu di dalam usaha mewujudkan kesejahteraan dan kebahagiaan lahir batin. Di dalam Landasan filosofis ajaran karma, doa seorang karmayogin adalah untuk memohon kesehatan dan kekuatan, badan yang sempurna dan umur panjang, kebaikan di dunia, serta kekuatan untuk menghadapi segala bentuk kejahatan.
Salah satu contoh isi veda yang menjadi Landasan filosofis ajaran karma yaitu:
“udyanam te purusa navayanam, jivatum te daksatatim krnomi”
(Atharwaveda VIII.1.6.)
Artinya :
Oh manusia, giatlah bekerja untuk kemajuan, jangan mundur , Aku anugerahkan kekuatan dan tenaga.

            Manfaat karma marga yaitu :
a.       Kehidupan di dunia ini dibelenggu oleh hukum kerja sehingga kehidupan ini selalu dituntut untuk bekerja.
b.      Tidak seorangpun yang hidup di dunia ini terlepas dari kerja.
c.       Dengan bekerja orang dapat mencapai kebebasan (tujuan hidup yang tertinggi), asal pekerjaan itu dilakukan dengan tindakan mengikat diri pada hasilnya.

3.      Jnana marga yoga
Jnana artinya kebijaksanaan filsafat (pengetahuan). Yoga berasal dari urat kata Yuj artinya menghubungkan diri. Jadi jnana yoga artinya mempersatukan jiwatman dengan paramatman yang dicapai dengan jalan mempelajari dan mengamalkan ilmu pengetahuan baik science maupun spiritual, seperti hakekat kebenaran tentang Brahman, Atman. Dengan pemanfaatan ilmu pengetahuan yang sejati akan mampu membebaskan diri dari ikatan-ikatan keduniawian.

Ada tiga hal yang penting dalam hal ini yaitu kebulatan pikiran, pembatasan pada kehidupan sendiri dan keadaan jiwa yang seimbang atau tenang maupun pandangan yang kokoh tentram damai. Ketiga hal tersebut di atas merupakan dhyana yoga. Untuk tercapainya perlu dibantu dengan abhyasa yaitu latihan-latihan dan vairagya yaitu keadaan tidak mengaktifkan diri. Adapun kekuatan pikiran kita lakukan di dalam hal kita berbuat saja, pikiran harus kita pusatkan kepadanya.

Pelajar Jñanayoga pertamatama melengkapi dirinya dengan tiga cara yaitu:
·         Pembedaan (viveka)
·          Ketidakterikatan (vairagya)
·         Kebajikan

 Ada enam macam(satsampat), yaitu: 
1.      Ketenangan  (sama)
2.       Pengekangan  (dama)
3.       penolakan (uparati), ketabahan (titiksa)
4.      Keyakina n (sraddha)
5.       Konsentrasi  (samadhana)
6.      Kerinduan  yang sangat akan pembebasan (mumuksutva).

Ada tujuh tahapan dari Jñana atau pengetahuan, yaitu;
1.      Aspirasi  pada kebenaran(subhecha)
2.      Pencarian  filosofis (vicarana)
3.      Penghalusan pikiran (tanumanasi)
4.       Pencapaian sinar (sattwatti)
5.      Pemisahan  batin (asamsakti)
6.      Penglihatan  spiritual(padarthabhawana)
7.      kebebasan tertinggi (turiya).

4.      Raja marga yoga
Raja yoga adalah suatu jalan mistik (rohani) untuk mencapai kelepasan atau moksa. Melalui raja marga yoga seseorang akan lebih cepat mencapai moksa, tetapi tantangan yang dihadapinya pun lebih berat, orang yang mencapai moksa dengan jalan ini diwajibkan mempunyai seorang guru kerohanian yang sempurna untuk dapat menuntun dirinya ke arah tersebut.

Adapun tiga jalan pelaksanaan yang ditempuh oleh para raja yogin yaitu melakukan tapa, brata, yoga, Samadhi. Tapa dan brata merupakan suatu latihan untuk mengendalikan emosi atau nafsu yang ada dalam diri kita kea rah yang positif sesuai dengan petunjuk ajaran kitab suci. Sedangkan yoga dan Samadhi adalah latihan untuk dapat menyatukan atman dengan Brahman dengan melakukan meditasi atau pemusatan pikiran.

Seorang raja yoga akan dapat menghubungkan dirinya dengan kekuatan rohani melalui astangga yoga yaitu delapan tahapan yoga untuk mencapai moksa. Astangga yoga diajarkan oleh Maharsi Patanjalai dalam bukunya yang disebut yoga sutra patanjali. Adapun bagian-bagian dari astangga yoga adalah sebagai berikut :
a.       Yama yaitu suatu bentuk larangan yang harus dilakukan oleh seseorang dari segi jasmani yaitu :
·         Dilarang membunuh (ahimsa)
·         Dilarang berbohong (satya)
·         Pantang menginginkan sesuatu yang bukan miliknya (asteya)
·         Pantang melakukan hubungan seksual (brahmacari)
·         Tidak menerima pemberian dari orang lain (aparigraha)
b.      Nyama yaitu pengendalian diri yang bersifat rohani yaitu :
·         Sauca (tetap suci lahir bhatin)
·         Santosa (selalu puas dengan apa yang datang)
·         Swadhyaya (mempelajari kitab-kitab keagamaan)
·         Iswara pranidhana (selalu bhakti kepada Tuhan)
·         Tapa (tahan uji)
c.       Asana yaitu sikap duduk yang menyenangkan, teratur dan disiplin
d.      Pranayama yaitu mengatur pernafasan sehingga menjadi sempurna melalui tiga jalan yaitu :
·         Puraka (menarik nafas)
·         Kumbhaka (menahan nafas)
·         Recaka (mengeluarkan nafas)
e.       Pratyahara yaitu mengontrol dan mengendalikan indriya dari ikatan obyeknya, sehingga orang dapat melihat hal-hal suci
f.       Dharana yaitu usaha-usaha untuk menyatukan pikiran dengan sasaran yang diinginkan
g.      Dhyna yaitu pemusatan pikiran yang tenang, tidak tergoyahkan kepada suatu obyek. Dhyna dapat dilakukan terhadap Ista Dewata
h.      Samadhi yaitu penyatuan atman

Bila seseorang melakukan latihan yoga dengan teratur dan sungguh-sungguh ia akan dapat menerima getaran-getaran suci dan wahyu Tuhan. Keempat jalan untuk pencapaian moksa itu sesungguhnya memiliki kekuatan yang sama bila dilakukan dengan sungguh-sungguh. Setiap orang akan memilih kecenderungan memilih jalan-jalan tersebut, maka itu setiap orang memiliki jalan mencapai moksa bervariasi.

Moksa sebagai tujuan hidup spiritual bukanlah merupakan suatu janji yang hampa melainkan merupakan suatu keyakinan yang berakhir dengan kenyataan. Kenyataan dalam dunia batin merupakan alam super transcendental yang hanya dapat dibuktikan berdasarkan instuisi yang dalam. Moksa merupakan suatu yang tidak dapat dibantah kebenarannya, karena demikianlah yang dijelaskan oleh kitab suci.

Oleh sebab itu marilah kita melatih diri untuk melaksanakan ajaran astangga yoga dengan tuntunan seorang guru yang telah memiliki kemampuan didalam hal tersebut.

 Keempat jalan (marga) itu dapat dilakukan diberbagai tempat dan waktu sesuai kemampuan seseorang dan keempatnya tidak dapat dipisahkan karena dalam prakteknya saling berkaitan. Misalnya sembahyang , keempat cara (marga) itu dapat diamalkan sekaligus yaitu :
·         Rasa  hormat atau berserah merupakan wujud bhakti marga.
·         Menyiapkan sarana kebhaktian merupakan wujud karma marga.
·         Pemahaman tentang sembahyang merupakan wujud jnana marga. 
·         Duduk tegak-tenang-konsentrasi merupakan wjud raja marga.

 Jika direnungkan dan diperhatikan maka sesungguhnya pengamalan agama Hindu sangat mudah, praktis dan lues. Keluesan itu disebabkan karena agama Hindu dapat dilaksanakan :
-          Dengan mempraktekan Catur Marga
-          Oleh seluruh umat tanpa terkecuali
-          Disegala tempat, waktu dan keadaan
-          Tidak harus dengan materi
-          Sesuai dengan kemampuan umat
-          Sesuai dengan adat istiadat karena Hindu menjiwai adat istiadat.

  Demikian agama Hindu dapat diamalkan selama 24 jam setiap hari dengan cara serta bentuk pengamalan  yang beraneka ragam. Untuk itu umat Hindu tidak patut memaksakan bentuk pengamalan agama agar seragam dari segi materi maupun bentuk material lainnya, apalagi keseragaman jumlah uang. Namun yang harus sama dan seragam ialah prinsip dasar ajaran agama. 

  1. Implementasi Ajaran Catur Marga Yoga dalam Kehidupan Masyarakat Hindu.

Penerapan catur marga oleh umat Hindu sesungguhnya telah diterapkan secara rutin dalam kehidupannya sehari-hari, termasuk juga oleh umat Hindu yang tinggal di Bali maupun oleh umat Hindu yang tinggal di luar Bali. Banyak cara dan banyak pula jalan yang bisa ditempuh untuk dapat menerapkannya. Sesuai dengan ajaran catur marga bahwa penerapannya disesuaikan dengan kondisi atau keadaan setempat yang berdasarkan atas tradisi, sima, adat-istiadat, drsta, ataupun yang lebih dikenal di Bali yakni desa kala patra atau desa mawa cara.

Inti dan penerapan dan Catur Marga adalah untuk memantapkan mengenai hidup dan kehidupan umat manusia di alam semesta ini, terutama untuk peningkatan, pencerahan, serta memantapkan keyakinan atau kepercayaan (sraddha) dan pengabdian (bhakti) terhadap Tuhan Yang Maha Esa atau Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Dengan memahami dan menerapkan ajaran catur marga, maka diharapkan segenap umat Hindu dapat menjadi umat Hindu yang berkualitas, bertanggung jawab, memiliki loyalitas, memiliki dedikasi, memiliki jati diri yang mulia, menjadi umat yang pantas diteladani oleh umat manusia yang lainnya, menjadi umat yang memiliki integritas tinggi terhadap kehidupan secara lahir dan batin, dan harapan mulia lainnya guna tercapai kehidupan yang damai, rukun, tenteram, sejahtera, bahagia, dan sebagainya. Jadi dengan penerapan dan ajaran catur marga diharapkan agar kehidupan umat Hindu dan umat manusia pada umumnya menjadi mantap dalam berke-sraddha-an dan berke-bhakti-an kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, serta dapat diharmoniskan dengan kehidupan nyata dengan sesama manusia, semua ciptaan Tuhan, dan lingkungan yang damai dan serasi di sekitar kehidupan masing-masing

Tidak ada orang yang menjalankan catur marga itu sendiri-sendiri atau terpisah-pisah, karena satu sama lainnya berkaitan. Perincian menjadi empat itu hanyalah untuk mengukur dan memilih ‘bobot’ jalan yang mana yang bisa diutamakan, sesuai dengan kemampuan masing-masing.

Misalnya seorang yang kurang pengetahuan agama-nya, mungkin dengan mengutamakan bhakti marga dan karma marga saja, ditambah pengetahuan minim (misalnya) rajin melakukan trisandya (termasuk jnyana marga) dan asana (termasuk yoga marga). Bobotnya adalah bhakti marga.Tetapi seorang wiku tentu bobotnya pada jnyana marga dan yoga marga, walaupun bhakti marga yang menjadi dasar dan karma marga tidak juga ditinggalkan.

Kesimpulannya: keempat marga itu dilaksanakan bersama-sama, namun pemilihan mana yang utama tergantung dari kemampuan individu. Inilah salah satu contoh ‘kebesaran Agama Hindu’ yang membedakannya dengan agama-agama lain yang dogmatis.

a.       Mengenai penerapan bhakti marga oleh umat Hindu seperti berikut ini :
·         Melaksanakan doa atau puja tri sandhya seçara rutin setiap hari;
·         Menghaturkan banten saiban atau jotan/ngejot atau yajnasesa;
·         Berbakti kehadapan Tuhan Yang Maha Esa beserta semua manifestasi-Nya;
·         Berbakti kehadapan Leluhur;
·         Berbakti kehadapan para pahlawan pejuang bangsa;
·         Melaksanakan upacara dewa yajna (piodalan/puja wali, saraswati, pagerwesi, galungan, kuningan, nyepi, siwaratri, purnama, tilem, tumpek landep, tumpek wariga, tumpek krulut, tumpek wayang dan lain-lainnya);
·         Melaksanakan upacara manusia yajna (magedong-gedongan, dapetan, kepus puser, macolongan, tigang sasihin, ngotonin, munggah deha, mapandes, mawiwaha, mawinten, dan sebagainya);
·         Melaksanakan upacara bhuta yajna (masegeh, macaru, tawur, memelihara lingkungan, memelihara hewan, melakukan penghijauan, melestarikan binatang langka, dan sebagainya);
  • Melaksanakan upacara pitra yajna (bhakti kehadapan guru rupaka atau rerama, ngaben, ngerorasin, maligia, mamukur, ngeluwer, berdana punya kepada orang tua, membuat orang tua menjadi hidupnya bahagia dalam kehidupan di alam nyata ini, dan sebagainya);
  • Melaksanakan upacara resi yajna (upacara pariksa, upacara diksa, upacara ngelinggihang veda), berdana punya pada sulinggih atau pandita, berguru pada orang suci, tirtha yatra ke tempat suci bersama sulinggih atau pandita, berguru pada orang suci, sungkem (pranam) pada sulinggih sebagai guru nabe, menerapkan ajaran tri rnam, dan sebagainya.

b.      Mengenai penerapan karma marga oleh umat Hindu seperti berikut ini :
·         Menerapkan filosofi ngayah;
·         Menerapkan filosofi matulungan;
·         Menerapkan filosofi manyama braya;
·         Menerapkan filosofl paras-paros sarpanaya salunglung sabayantaka;
·         Menerapkan filosofi suka dan duka;
·         Menerapkan filosofi agawe sukaning wong len;
·         Menerapkan filosofi utsaha ta larapana;
·         Menerapkan filosofi makarya;
·         Menerapkan filosofi makarma sane melah;
·         Menerapkan filosofi ala kalawan ayu;
·         Menerapkan filosofi karma phala;
·         Menerapkan filosofi catur paramita;
·         Menerapkan filosofi tri guna;
·         Menerapkan filosofi trikaya parisudha; dan
·         Menerapkan filosofi yama niyama brata dan berbagai ajaran agama Hindu.

c.       Beberapa model atau bentuk nyata dan penerapan jnana marga berikut ini :
·         Menerapkan ajaran aguron-guron;
·         Menerapkan ajaran guru dan sisya;
·         Menerapkan ajaran guru bhakti;
·         Menerapkan ajaran guru susrusa;
·         Menerapkan ajaran brahmacari dan ajaran catur guru;
·         Menerapkan ajaran sisya sasana;
·         Menerapkan ajaran resi sasana;
·         Menerapkan ajaran putra sasana;
·         Menerapkan ajaran guru nabe, guru waktra, guru saksi;
·         Menerapkan ajaran catur asrama; dan
·         Menerapkan ajaran dalam wrati sasana, slokantara, sila krama, dan ajaran agama Hindu yang bersumber pada Veda dan susastra Hindu lainnya.

d.      Dalam penerapan yoga marga oleh umat Hindu, realitanya seperti berikut :
·         Melaksanakan introspeksi atau pengendalian diri;
·         Menerapkan ajaran tapa, brata, yoga dan samadhi;
·         Menerapkan ajaran astangga yoga;
·         Melakukan kerja sama atau relasi yang baik dan terpuji dengan sesama;
·         Menjalin hubungan kemitraan secara terhormat dengan rekanan, lingkungan, dan semua ciptaan Tuhan di alam semesta ini;
·         Membangun pasraman atau paguyuban untuk praktek yoga;
·         Mengelola ashram yang bergerak di bidang pendidikan rohani, agama, spiritual, dan upaya pencerahan diri lahir batin;
·         Menerapkan filosofi mulat sarira;
·         Menerapkan filosofi ngedetin/ngeret indriya;
·         Menerapkan filosfi mauna;
·         Menerapkan filosofi upawasa;
·         Menerapkan filosofi catur brata panyepian, dan
·         Menerapkan filosofi tapasya, pangastawa, dan menerapkan ajaran agama Hindu dengan baik dan benar menuju keluhuran diri sebagai mahluk sosial dan religius.